Chapter 2 : Kerjasama (Part 4)
Elna menyelinap keluar dari Istana Kagerou, dan berjalan melalui kota saat senja.
Dia berjalan tanpa tujuan. Ketika melihat ke bawah lokomotif uap dari jembatan, dia diselimuti asap. Di depan stasiun, dia membeli crepe di sebuah kios yang berjejeran, lalu dia berhenti di depan seorang musisi jalanan. Mendengar bunyi lonceng di gereja yang menunjukkan jam 6, dia terkejut dan tidak sengaja menjatuhkan crepe miliknya. Untuk merubah suasana hatinya, dia memasukkan koin ke dalam kotak musik tipe koin, tapi tidak ada suara yang keluar dari kotak musik itu meski sudah dipukul berulang kali, pada akhirnya dia pun menyerah.
Itu benar-benar perjalanan tanpa tujuan yang jelas.
Di dunia ini―ada dua tipe orang.
[Tipe yang tidak bermasalah setelah berpisah dengan orang lain]
Dan...
[Tipe yang menyesali tindakan mereka setelah berpisah dengan orang lain]
Elna termasuk tipe yang kedua.
Aku bicara terlalu banyak...
Dia depresi karena dirinya sendiri.
Setelah pergi meninggalkan stasiun, dia berjalan menyusuri jalan kecil.
Sebenarnya Elna hanya ingin mengatakan bahwa [Mata-mata itu harus meragukan segalanya], tapi kenapa malah berakhir menjadi sekasar itu... Benar-benar merusak suasana...
Lampu jalan hanya ada di setiap sisi jalan utama, begitu menjauh dari sana, jalanan akan terselimuti kegelapan. Di sekeliling jalan itu hanya diterangi oleh cahaya matahari yang akan segera terbenam.
Dalam kegelapan itu, Elna terus berjalan dengan pundak terkulai.
Kalau begini terus, Elna akan di isolasi selama misi berlangsung...
Meskipun terlihat tenang dan pendiam di mata orang-orang sekitarnya, dia sebenarnya memiliki kepribadian yang cukup sensitif. Di sisi lain, dia memiliki kebanggan yang sangat tinggi.
Bagi mata-mata, terisolasi di dalam tim akan berakibat fatal.
Dia mengerti hal itu, tapi...
Lagipula, Elna melarikan diri karena suasananya terasa canggung...
Pergi jalan-jalan ini hanya sekedar alasan saja.
Dia terlalu takut jika ada yang membalas perkataannya, karena itulah dia melarikan diri.
Elna harus segera kembali dan minta maaf... pada Lily-Oneechan... Tapi, jika Elna memaksakan diri untuk mendekatinya, dia akan terseret dengan [Itu]...
(Tl note : [Itu] di raw bacaannya [Are]... nanti kalian juga akan tahu maksud dari [Itu] setelah baca part 4 ini sampai selesai )
Dia tahu persis tindakan apa yang harus dilakukannya, tapi karena kurangnya keterampilan komunikasi, kata-kata yang dia ucapkan tidak selaras dengan pemikirannya.
"Sungguh malang..."
Gumam Elna dengan sedih.
Lalu, pada saat itu―
"Hei, Jou-chan. Berhenti sebentar."
"Eh?"
Tiba-tiba seseorang memanggilnya, Elna pun berhenti berjalan.
Ketika berpaling ke belakang, dia melihat dua orang pria dengan tubuh yang dipenuhi oleh tato, mereka melihatnya dengan tatapan yang mengerikan. Dengan cepat, mereka mendekat untuk menutup jalan pelarian Elna.
Tanpa disadari, Elna telah tiba di pelabuhan. Dia pernah mendengar bahwa wilayah ini tidak aman karena para pekerja pelabuhan tinggal di sini. Ada banyak rumah yang kelihatannya bisa runtuh kapan saja, serta bau alkohol dan sampah yang memenuhi udara.
Dia memiliki informasi itu di dalam kepalanya. Para pekerja pelabuhan yang melarikan diri berkumpul di sini dan membentuk kelompok penjahat. Kemungkinan besar dua orang ini adalah bagian dari mereka.
"Pakaianmu itu cukup bagus. Kami ingin bicara denganmu sebentar, bisakah kau ikut dengan kami?"
"Tidak mau... Menjauhlah."
Dia mencoba untuk mundur, tapi pada saat itu juga, seorang pria yang lain muncul di belakangnya.
Elna mengutuk kecerobohannya.
Dia tidak mengira akan di kelilingi orang-orang ini tanpa disadarinya.
"Jangan menolak. Anggap saja kau sedang membantu kami. Mari kita berteman."
―Berteman?
Mendengar kata-kata itu, Elna secara spontan membuka mulutnya.
"Nee, Oji-san... Bagaimana caramu untuk berteman...?"
"Hm? Aku hanya perlu menunjukkannya melalui kekuatan." Pria itu mengeluarkan pisau dari saku bajunya.
"Lihat, Jou-chan. Sekarang kau ingin berteman denganku, kan?"
Ujung pisau perlahan mendekati Elna.
Senjata ini sudah cukup untuk mengancam seorang gadis muda.
"Sungguh malang..." Dengan percaya diri, Gadis itu mendengus dan mulai bergerak.
"Hmm?"
"Gang belakang... Di sana tidak masalah, kan?"
Ketika Elna mulai patuh dan berjalan sendiri, pria itu menunjukkan senyum yang menjijikkan.
"Lihat kan, sekarang kita semakin akrab. Seperti yang kubilang."
"....."
Meski caranya agak kasar, apa yang dikatakan pria ini ada benarnya juga.
Orang-orang tertarik pada keberadaan yang kuat. Agar bisa diandalkan sebagai pendamping dan juga sebagai pelindung.
Untuk bisa berteman dengan orang lain, aku hanya perlu menunjukkan kekuatanku.
Begitu menyadarinya, ternyata itu adalah hal yang sangat sederhana.
Ah, jadi begitu. Ada cara mudah untuk saling memahami. Jawabannya sangat jelas dan sederhana, aku hanya perlu berhasil menyelesaikan tugas yang berulang kali gagal di lakukan oleh rekan-rekanku.
"Hei, Ojou-chan, siapa nama ayahmu?Apa dia direktur di sebuah perusahaan? Anggota Kongres? Kalau bisa, maukah kau memperkenalkanku padanya?"
"Jangan diam saja, oke? Atau kau ingin kehilangan pakaianmu itu di sini?" Kata pria itu, menyela pikiran Elna.
Tiga orang pria, mengelilingi Elna.
Dia telah mencapai jalan buntu. Tidak ada jalan untuk melarikan diri.
"Sungguh malang..." Dia bergumam dengan pelan. "Sungguh, hal yang sama selalu terjadi dalam kehidupan Elna."
Dia bicara pada dirinya sendiri, tapi, para pria itu terlalu sibuk meliriknya sehingga tidak memperhatikan apa yang dikatakannya.
Elna melanjutkan perkataannya―untuk mengulur waktu sampai saat yang genting itu tiba.
Elna mendengus sekali lagi.
"Setiap hari, aku selalu terlibat. Dalam kecelakaan, tragedi, dan bencana."
"Apa yang kau gumamkan―"
"Tapi, perlahan aku mulai mengerti. Samar-samar aku mulai memahaminya. Tempat dan waktu kemalangan itu terjadi."
Waktunya―telah tiba.
Insting Elna berkata demikian.
"Codename [Gujin]―Saatnya untuk melakukan pembunuhan dengan indah."
Elna melihat ke langit.
Bersamaan dengan itu, para pria itu juga menatap ke langit. Tepat setelah itu, mereka gemetar ketakutan.
―Hujan batu bata.
Puluhan batu bata, jatuh seperti tetesan air hujan.
Ketika para pria itu menahan nafas dan tidak tahu bagaimana harus bertindak, Elna sudah mulai bergerak.
Di daerah tempat mereka berada sekarang, ada banyak bangunan tua yang terbuat dari batu bata.
Terkadang, angin dan hujan akan menyebabkan batu bata runtuh dari dinding luar―tidak seperti Elna yang sudah merasakan tanda-tandanya, para pria itu tidak dapat menggerakkan kaki mereka.
Ketika Elna tiba lebih dulu di tempat yang aman, dia berbalik ke arah para pria, yang akan ditelan oleh batu bata yang mematikan itu.
"Selamat tinggal, Oji-san."
Untuk terakhir kalinya, dia menatap mereka dengan jijik.
Dia berjalan tanpa tujuan. Ketika melihat ke bawah lokomotif uap dari jembatan, dia diselimuti asap. Di depan stasiun, dia membeli crepe di sebuah kios yang berjejeran, lalu dia berhenti di depan seorang musisi jalanan. Mendengar bunyi lonceng di gereja yang menunjukkan jam 6, dia terkejut dan tidak sengaja menjatuhkan crepe miliknya. Untuk merubah suasana hatinya, dia memasukkan koin ke dalam kotak musik tipe koin, tapi tidak ada suara yang keluar dari kotak musik itu meski sudah dipukul berulang kali, pada akhirnya dia pun menyerah.
Itu benar-benar perjalanan tanpa tujuan yang jelas.
Di dunia ini―ada dua tipe orang.
[Tipe yang tidak bermasalah setelah berpisah dengan orang lain]
Dan...
[Tipe yang menyesali tindakan mereka setelah berpisah dengan orang lain]
Elna termasuk tipe yang kedua.
Aku bicara terlalu banyak...
Dia depresi karena dirinya sendiri.
Setelah pergi meninggalkan stasiun, dia berjalan menyusuri jalan kecil.
Sebenarnya Elna hanya ingin mengatakan bahwa [Mata-mata itu harus meragukan segalanya], tapi kenapa malah berakhir menjadi sekasar itu... Benar-benar merusak suasana...
Lampu jalan hanya ada di setiap sisi jalan utama, begitu menjauh dari sana, jalanan akan terselimuti kegelapan. Di sekeliling jalan itu hanya diterangi oleh cahaya matahari yang akan segera terbenam.
Dalam kegelapan itu, Elna terus berjalan dengan pundak terkulai.
Kalau begini terus, Elna akan di isolasi selama misi berlangsung...
Meskipun terlihat tenang dan pendiam di mata orang-orang sekitarnya, dia sebenarnya memiliki kepribadian yang cukup sensitif. Di sisi lain, dia memiliki kebanggan yang sangat tinggi.
Bagi mata-mata, terisolasi di dalam tim akan berakibat fatal.
Dia mengerti hal itu, tapi...
Lagipula, Elna melarikan diri karena suasananya terasa canggung...
Pergi jalan-jalan ini hanya sekedar alasan saja.
Dia terlalu takut jika ada yang membalas perkataannya, karena itulah dia melarikan diri.
Elna harus segera kembali dan minta maaf... pada Lily-Oneechan... Tapi, jika Elna memaksakan diri untuk mendekatinya, dia akan terseret dengan [Itu]...
(Tl note : [Itu] di raw bacaannya [Are]... nanti kalian juga akan tahu maksud dari [Itu] setelah baca part 4 ini sampai selesai )
Dia tahu persis tindakan apa yang harus dilakukannya, tapi karena kurangnya keterampilan komunikasi, kata-kata yang dia ucapkan tidak selaras dengan pemikirannya.
"Sungguh malang..."
Gumam Elna dengan sedih.
Lalu, pada saat itu―
"Hei, Jou-chan. Berhenti sebentar."
"Eh?"
Tiba-tiba seseorang memanggilnya, Elna pun berhenti berjalan.
Ketika berpaling ke belakang, dia melihat dua orang pria dengan tubuh yang dipenuhi oleh tato, mereka melihatnya dengan tatapan yang mengerikan. Dengan cepat, mereka mendekat untuk menutup jalan pelarian Elna.
Tanpa disadari, Elna telah tiba di pelabuhan. Dia pernah mendengar bahwa wilayah ini tidak aman karena para pekerja pelabuhan tinggal di sini. Ada banyak rumah yang kelihatannya bisa runtuh kapan saja, serta bau alkohol dan sampah yang memenuhi udara.
Dia memiliki informasi itu di dalam kepalanya. Para pekerja pelabuhan yang melarikan diri berkumpul di sini dan membentuk kelompok penjahat. Kemungkinan besar dua orang ini adalah bagian dari mereka.
"Pakaianmu itu cukup bagus. Kami ingin bicara denganmu sebentar, bisakah kau ikut dengan kami?"
"Tidak mau... Menjauhlah."
Dia mencoba untuk mundur, tapi pada saat itu juga, seorang pria yang lain muncul di belakangnya.
Elna mengutuk kecerobohannya.
Dia tidak mengira akan di kelilingi orang-orang ini tanpa disadarinya.
"Jangan menolak. Anggap saja kau sedang membantu kami. Mari kita berteman."
―Berteman?
Mendengar kata-kata itu, Elna secara spontan membuka mulutnya.
"Nee, Oji-san... Bagaimana caramu untuk berteman...?"
"Hm? Aku hanya perlu menunjukkannya melalui kekuatan." Pria itu mengeluarkan pisau dari saku bajunya.
"Lihat, Jou-chan. Sekarang kau ingin berteman denganku, kan?"
Ujung pisau perlahan mendekati Elna.
Senjata ini sudah cukup untuk mengancam seorang gadis muda.
"Sungguh malang..." Dengan percaya diri, Gadis itu mendengus dan mulai bergerak.
"Hmm?"
"Gang belakang... Di sana tidak masalah, kan?"
Ketika Elna mulai patuh dan berjalan sendiri, pria itu menunjukkan senyum yang menjijikkan.
"Lihat kan, sekarang kita semakin akrab. Seperti yang kubilang."
"....."
Meski caranya agak kasar, apa yang dikatakan pria ini ada benarnya juga.
Orang-orang tertarik pada keberadaan yang kuat. Agar bisa diandalkan sebagai pendamping dan juga sebagai pelindung.
Untuk bisa berteman dengan orang lain, aku hanya perlu menunjukkan kekuatanku.
Begitu menyadarinya, ternyata itu adalah hal yang sangat sederhana.
Ah, jadi begitu. Ada cara mudah untuk saling memahami. Jawabannya sangat jelas dan sederhana, aku hanya perlu berhasil menyelesaikan tugas yang berulang kali gagal di lakukan oleh rekan-rekanku.
"Hei, Ojou-chan, siapa nama ayahmu?Apa dia direktur di sebuah perusahaan? Anggota Kongres? Kalau bisa, maukah kau memperkenalkanku padanya?"
"Jangan diam saja, oke? Atau kau ingin kehilangan pakaianmu itu di sini?" Kata pria itu, menyela pikiran Elna.
Tiga orang pria, mengelilingi Elna.
Dia telah mencapai jalan buntu. Tidak ada jalan untuk melarikan diri.
"Sungguh malang..." Dia bergumam dengan pelan. "Sungguh, hal yang sama selalu terjadi dalam kehidupan Elna."
Dia bicara pada dirinya sendiri, tapi, para pria itu terlalu sibuk meliriknya sehingga tidak memperhatikan apa yang dikatakannya.
Elna melanjutkan perkataannya―untuk mengulur waktu sampai saat yang genting itu tiba.
Elna mendengus sekali lagi.
"Setiap hari, aku selalu terlibat. Dalam kecelakaan, tragedi, dan bencana."
"Apa yang kau gumamkan―"
"Tapi, perlahan aku mulai mengerti. Samar-samar aku mulai memahaminya. Tempat dan waktu kemalangan itu terjadi."
Waktunya―telah tiba.
Insting Elna berkata demikian.
"Codename [Gujin]―Saatnya untuk melakukan pembunuhan dengan indah."
Elna melihat ke langit.
Bersamaan dengan itu, para pria itu juga menatap ke langit. Tepat setelah itu, mereka gemetar ketakutan.
―Hujan batu bata.
Puluhan batu bata, jatuh seperti tetesan air hujan.
Ketika para pria itu menahan nafas dan tidak tahu bagaimana harus bertindak, Elna sudah mulai bergerak.
Di daerah tempat mereka berada sekarang, ada banyak bangunan tua yang terbuat dari batu bata.
Terkadang, angin dan hujan akan menyebabkan batu bata runtuh dari dinding luar―tidak seperti Elna yang sudah merasakan tanda-tandanya, para pria itu tidak dapat menggerakkan kaki mereka.
Ketika Elna tiba lebih dulu di tempat yang aman, dia berbalik ke arah para pria, yang akan ditelan oleh batu bata yang mematikan itu.
"Selamat tinggal, Oji-san."
Untuk terakhir kalinya, dia menatap mereka dengan jijik.
***
Lily menjerit ketika Elna kembali ke Istana Kagerou.
"Ada apa denganmu? Kenapa kamu jadi sekotor itu?!"
Hanya dalam waktu beberapa jam, seluruh tubuh Elna dipenuhi oleh kotoran. Ujungnya roknya telah sobek, memperlihatkan pahanya yang putih. Dia sepertinya tidak terluka, tapi penampilannya cukup mengerikan.
Berbeda dengan Lily yang terlihat khawatir, ekspresi Elna tetap tenang seperti biasa.
Berbeda dengan Lily yang terlihat khawatir, ekspresi Elna tetap tenang seperti biasa.
"Ini sudah biasa terjadi."
"Meskipun kamu berkata begitu, ini..."
Sebelum Lily mengucapkan kata berikutnya, Elna bicara terlebih dahulu.
"Penyerangan berikutnya, serahkan pada Elna."
"Eh..."
"Elna mengandalkan dukungan Onee-chan-tachi."
Setelah mengatakan itu, Elna menaiki tangga dan menghilang.
Lily hanya bisa melihat punggung yang kesepian itu dari belakang.
Lily hanya bisa melihat punggung yang kesepian itu dari belakang.
"Apa dia akan baik-baik saja...?"
Dia hanya bicara pada dirinya sendiri. Namun, dari bawah kakinya―
"Tentu saja tidak baik~!"
―tiba-tiba terdengar sebuah teriakan yang bergema. Lily pun terkejut mendengarnya, dia membungkuk dan melihat ke bawah. Di sana terlihat seorang gadis kecil yang sedang berdiri.
Gadis itu tersenyum dengan riang, dia kelihatannya senang karena berhasil mengerjai Lily.
Gadis itu memiliki rambut berwarna merah muda kelabu. Sama seperti Elna, dia juga anggota yang termuda, usianya 14 tahun. Rambutnya sedikit bergelombang, dia cukup aktif bergerak dengan tubuh mungilnya itu dan selalu menunjukkan senyuman yang polos. Penampilannya yang imut dan lucu membuatnya mirip seperti malaikat.
"Tentu saja tidak baik~!"
―tiba-tiba terdengar sebuah teriakan yang bergema. Lily pun terkejut mendengarnya, dia membungkuk dan melihat ke bawah. Di sana terlihat seorang gadis kecil yang sedang berdiri.
Gadis itu tersenyum dengan riang, dia kelihatannya senang karena berhasil mengerjai Lily.
Gadis itu memiliki rambut berwarna merah muda kelabu. Sama seperti Elna, dia juga anggota yang termuda, usianya 14 tahun. Rambutnya sedikit bergelombang, dia cukup aktif bergerak dengan tubuh mungilnya itu dan selalu menunjukkan senyuman yang polos. Penampilannya yang imut dan lucu membuatnya mirip seperti malaikat.
"Elna-chan pernah bersekolah di fasilitas yang sama dengan diriku yang hebat ini untuk sementara waktu! Aku sempat mendengar rumor tentangnya! Dia adalah gadis yang sangat sial!"
(Tl note : bacaan di rawnya... penggunaan kata aku oleh gadis ini adalah Oresama)
Gadis itu menaiki tangga dengan melompat dalam langkah kecil sambil memberi penjelasan. Dia seolah-olah tidak sabar ingin memberitahu seseorang tentang apa yang diketahuinya.
(Tl note : bacaan di rawnya... penggunaan kata aku oleh gadis ini adalah Oresama)
Gadis itu menaiki tangga dengan melompat dalam langkah kecil sambil memberi penjelasan. Dia seolah-olah tidak sabar ingin memberitahu seseorang tentang apa yang diketahuinya.
"Nasib sial? Itu tidak ilmiah sama sekali." Lily membalas perkataannya.
"Tapi, itu memang benar! Seorang kenalanku juga mengalami kecelakaan. Gara-gara itu, Elna-chan dikirim ke sekolah lain!"
Gadis itu membicarakan topik yang berat seolah-olah itu adalah hal yang biasa.
Gadis itu membicarakan topik yang berat seolah-olah itu adalah hal yang biasa.
Sepertinya, itulah alasan Elna diperlakukan sebagai siswa bermasalah.
Lily sendiri tahu persis bagaimana rasanya, tidak dapat minta tolong pada teman-temannya, dan tetap menjadi orang yang gagal.
Lily sendiri tahu persis bagaimana rasanya, tidak dapat minta tolong pada teman-temannya, dan tetap menjadi orang yang gagal.
"Kedengarannya... sangat menyedihkan ya..."
"Apanya?"
"Eh? Bukankah itu inti pembicaraan kita?"
"Aku mengatakannya sekali lagi, dengarkan baik-baik!"
Gadis berambut merah muda itu mendekat dan berbisik ke telinga Lily.
"...Siapapun yang mendekati Elna-chan, orang itu akan terlibat dalam kecelakaan. Ini tidak akan di anggap sebagai pembunuhan, melainkan sebuah kecelakaan. Bukankah ini metode pembunuhan terhebat?"
Mata Lily terbuka lebar mendengar penjelasan gadis itu.
Itu sangat tidak ilmiah, itu adalah fakta yang sangat kejam.
Dia membawa kemalangan untuk orang lain―jika itu memang benar, dia bisa menjadi pembunuh yang sempurna.
Dia bisa mengakhiri target tanpa menggunakan senjata, tanpa meninggalkan jejak―terlihat seperti kebetulan.
Punggung Lily menggigil ketakutan (atau merinding ya) ketika memikirkan hal itu.
Itu sangat tidak ilmiah, itu adalah fakta yang sangat kejam.
Dia membawa kemalangan untuk orang lain―jika itu memang benar, dia bisa menjadi pembunuh yang sempurna.
Dia bisa mengakhiri target tanpa menggunakan senjata, tanpa meninggalkan jejak―terlihat seperti kebetulan.
Punggung Lily menggigil ketakutan (atau merinding ya) ketika memikirkan hal itu.
"Spesialis bencana secara tidak sengaja―itulah Elna-chan!"
Itu adalah fakta yang menakutkan.
Apa yang akan terjadi jika Elna menggunakan kekuatannya itu atas keinginannya sendiri―
Apa yang akan terjadi jika Elna menggunakan kekuatannya itu atas keinginannya sendiri―
***
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar