Langsung ke konten utama

Classroom of the Elite 2nd Year Volume 1 Chapter 6 Part 2

Chapter 6 : Langkah Kaki Drop Out



Setelah Horikita membayar karaoke, kami bertiga meninggalkan tempat itu.

Kupikir kami sudah keluar dari situasi tersebut, tapi ternyata Housen dan Nanase mengikuti kami.

Sudou terkadang memberi tatapan intimidasi ke belakang, tapi dia tidak bisa mengeluh karena mereka berdua dalam perjalanan yang sama untuk kembali ke asrama.

Begitu memahami situasinya, Housen memanggil dari belakang.

"Tunggu."

"Kami tidak perlu menunggu. Pembicaraan kita sudah berakhir."

Meskipun Horikita tidak mau meladeninya, Housen tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah.

Sepettinya pertaruhan Horikita telah bergerak ke arah yang benar.

"Horikita, apa yang kau katakan itu memang benar. Hari itu aku datang ke koridor kelas dua untuk melihat Kelas 2D. Aku juga tahu bahwa Kelas D adalah yang terendah di sekolah ini. Jika kalian memang direndahkan oleh kelas lain, maka itu cara tercepat untuk mendapatkan kerja sama kalian, karena kita sama-sama Kelas D."

Menurut perkiraan Horikita.., Housen menargetkan Kelas D tahun kedua.

Apa dia ingin menjalin kerja sama yang setara atau tidak, itu adalah masalah lain.

"Jadi?"

"Kau tidak serius ingin mengakhiri negosiasi, kan? Kau dan aku itu sama, kita adalah pemimpin yang memikirkan hal yang sama, kan?"

"Selama kamu masih menuntut hal yang tidak masuk akal, keputusanku ini tidak akan berubah."

"Jadi, kau mau menjalani ujian dengan pasangan secara acak dan menerima penalti?"

"Ya. Kalau perlu, aku siap menerima penalti."

Meskipun itu merupakan situasi yang sulit, bukan berarti kami tidak dapat mengatasinya. Karena siswa yang berkemampuan akademik D dan E telah diamankan berkat Kushida dan yang lain.

"Baiklah. Lalu bagaimana dengan tawaran ini?"

Meskipun Horikita tidak ingin melanjutkan negosiasi, Housen memulai pembicaraan secara sepihak.

"Aku akan memerintahkan siswa di kelasku untuk bekerja sama dengan kalian. Asalkan kau memberiku dua juta poin pribadi."

Bukannya membuat kompromi, dia malah meminta lebih banyak poin pribadi.

"Dua juta? Kamu tidak tahu diri."

"Terserah kau mau bilang apa. Yang jelas, ini adalah satu-satunya cara untuk menghindari drop out. Kebanyakan siswa dari kelas lain telah memutuskan pasangan mereka. Jika kau menolak tawaranku, kau tidak akan mendapatkan apapun.  Atau kau ingin kuhancurkan?"

"Menghancurkanku? Aku ingin tahu bagaimana kamu akan melakukannya. Dalam ujian khusus ini, siswa tidak akan dikeluarkan dari sekolah jika mematuhi aturan dan tidak gagal dalam ujian tertulis. Tentu saja aku akan memastikan teman sekelasku untuk mendapatkan nilai 501 poin, tidak peduli siapapun pasangan mereka. Jadi, apa kamu punya keberanian untuk melanggar aturan?"

Titik balik yang memisahkan tahun kedua dengan tahun pertama.

Horikita berhenti berjalan dan menoleh kebelakang untuk mendengarkan Housen.

Housen tertawa dan mengepalkan tinjunya.

"Jadi kau ingin mengendalikan dengan kekerasan... dimana-mana selalu ada orang yang seperti itu."

"Ini adalah caraku, aku tidak peduli jika kau tidak menyukainya."

"Kalau begitu kita mungkin tidak akan pernah saling memahami satu sama lain, ya."

Setelah berhenti dipersimpangan, Horikita mulai berjalan kembali.

Horikita tidak menunjukkan sikap yang hancur hingga saat-saat terakhir.

Sebaliknya, dia tidak menyerah pada Housen.

Dengan batalnya negosiasi ini, hubungan setara mungkin tidak akan pernah terbentuk.

"Tunggu."

"Apa ada lagi yang ingin kamu katakan?"

"Aku akan mempertimbangkan kembali pembicaraan kita sebelumnya."

Setelah berakhirnya negosiasi ini, Housen mengatakan sesuatu yang tak terduga.

"Apa maksudmu?"

"Wajar jika kita harus bernegosiasi untuk mendapatkan keuntungan hingga menit-menit terakhir, kan?"

Housen berencana untuk melakukan kompromi.

"Jadi, kamu akan mengakui kerja sama yang setara?"

"Ini adalah waktu tambahan. Lebih baik kita pindah lokasi, ada kemungkinan seseorang akan melihat kita disini."

Sekitar jam 10 malam di hari Minggu, sebagian besar siswa seharusnya sudah berada di kamar mereka masing-masing. Tapi tidak dapat dipungkiri bila ada seseorang yang datang kemari dan mendengar pembicaraan kami.

"Tapi aku tidak bisa begitu saja membawamu ke asrama."

Karena sekarang sudah masuk jam malam, tidak banyak tempat yang baik untuk bertemu.

Tapi dengan sisa waktu yang sedikit, kami tidak bisa lagi menunda masalah ini.

"Terserah dimanapun itu, mau di belakang asrama atau di tempat lain. Kalau kau punya sedikit waktu, kita akan membicarakannya sampai selesai."

Tentu saja, Horikita tidak akan mau begitu saja mengikuti Housen yang terlihat percaya diri seperti itu. Karena dia berharap Housen lah yang mengejarnya ketika dia memberi tekanan. Tapi...

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan memberimu waktu 10 menit."

"Ikuti aku."

Housen memandu kami menuju asrama siswa tahun pertama.

(Tl note : asrama tahun pertama ini dulunya digunakan oleh siswa angkatan di tahun yang sama dengan Horikita Manabu)

Kemudian, kami berjalan menuju ke sisi belakang asrama.

Tempat yang gelap dan sepi, tempat ini tidak akan digunakan selain untuk membuang sampah, jadi saat ini.. tidak akan ada orang yang datang kemari.

"Kalau begitu mari kita lanjutkan. Ketentuan kami tetap sama, apa kamu keberatan?"

"Benar juga..."

Housen menyilangkan lengannya seolah sedang berpikir.

Setelah itu dia membuka silangan lengannya, lalu dia mengacungkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manis tangan kanannya.

"Tiga juta. Jika kau memberiku tiga juta poin pribadi, aku akan menyelamatkan teman-temanmu yang bodoh itu."

Ide barunya ini membuat semua orang yang ada disini terdiam, termasuk aku.

"Apa yang kamu katakan!?"

Horikita terkejut mendengar hal itu, dia berulang kali menghela nafas.

Bukannya berusaha untuk mengembalikan negosiasi, Housen malah meminta lebih banyak poin pribadi.

Tampaknya masalah ini sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan akal sehat.

"Kau tidak mengerti? Kubilang beri aku tiga juta poin pribadi."

"Jangan bercanda! Sudah kubilang, kami tidak akan memberikanmu poin pribadi sepersen pun."

"Jadi, apa kau ingin aku mengatur negosiasi lagi?"

Housen seolah-olah akan membuat negosiasi lagi.

"Ternyata aku salah karena mencoba untuk mendengarkanmu..."

Horikita berharap Housen mau bekerja sama dengan adil. Tapi ternyata, harapan itu tidak menjadi kenyataan.

"Tunggu! Kau pikir kau bisa pulang begitu saja?"

Housen menunjukkan intidimasi dan memukul dinding dengan sedikit tenaga.

"Apa mungkin kamu akan menggunakan kekerasan? Di tempat yang sepi ini?"

"Setidaknya, aku bisa menghajar kalian sampai setengah mati!"

"Lakukanlah kalau kamu berani."

Horikita menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, lalu dia mulai berjalan pergi.

Horikita tidak berpikir bahwa Housen benar-benar akan menggunakan kekerasan. Tapi...

Nanase memalingkan wajahnya dan berdiri dengan tenang.

Dia seolah mengetahui apa yang akan terjadi.

Housen bergerak.

"Suzune!!"

Sudou berteriak dan bergegas menarik lengan Horikita.

Tendangan Housen mengarah cepat ke tempat Horikita berdiri sebelumnya.

Kemudian, Housen menuju ke arah Horikita.

"Ah! Apa-!"

Horikita telah sadar bahwa Housen benar-benar serius untuk menyerangnya, tapi gerakan tubuh Housen sangat cepat dan kuat.

Sudou berusaha untuk melindungi Horikita dengan menerima pukulan dari Housen.

"Gah!"

"Hahaha! Tunjukkan padaku berapa lama kau bisa bertahan!"

"Pas sekali! Aku tidak akan memaafkanmu karena mencoba untuk menyerang Suzune!"

Housen menyerang Sudou sambil tertawa dengan keras.

Sudou yang sudah habis kesabaran pun juga memberikan perlawanan.

"Apa yang kamu lakukan!"

Wajar jika Horikita kesal melihat mereka berdua berkelahi dengan serius.

Meskipun tempat ini cukup sepi, bisa saja akan jadi masalah bila ada seseorang yang melihat perkelahian ini.

Entah itu drop out atau tidak, tidak aneh jika mereka akan diskors dari sekolah.

"Horikita-senpai. Mungkin situasi sekarang agak berbeda dengan situasimu tahun lalu."

Nanase yang melihat situasi ini mulai berbicara dengan sikap yang dingin.

"Aku yakin senpai sangat menyadari tindakan dan konsekuensi karena sudah bersekolah selama satu tahun, namun saat ini kami siswa tahun pertama lebih memahaminya daripada kalian."

"Apa maksudmu?"

"Beberapa waktu yang lalu, perwakilan setiap kelas di tahun pertama dipanggil ke ruang OSIS dan menerima penjelasan dari Ketua OSIS Nagumo. Mulai tahun ini, kami bebas untuk membuat formulir agar sekolah ini menjadi lebih efektif."

"Jadi kamu mau bilang kalau mereka mengizinkan siswa berkelahi?"

"Aku tidak bilang begitu. Namun sejauh yang dikonfirmasi Housen, Ketua OSIS Nagumo berjanji tidak akan membuat peraturan seketat tahun lalu dan perkelahian biasa akan dizinkan sampai batas tertentu."

Tidak seperti Kakak Horikita, Nagumo mentoleransi perkelahian.

OSIS bekerja sebagai penengah konflik antara siswa, jika mereka benar-benar memberi izin untuk berkelahi hingga batas tertentu, maka itulah alasannya kesepakatan Horikita dan Nanase sulit tercapai.

Selain itu, Housen dan Sudou nampaknya akan mulai memutuskan pemenang dan pecundang.

"Majulah!"

Meskipun tubuh Sudou cukup terlatih, Housen mendorong Sudou ke dinding dengan kekuatan yang lebih besar.

Housen meraih kerah baju Sudou dengan kedua tangannya, lalu kaki Sudou terangkat dari tanah.

"Ba-jingan!"

Di bawah tekanan, Sudou tetap menunjukkan perlawanan, tapi dia hanya bisa bertahan melawan serangan Housen.

Dengan terangkatnya kakinya, Sudou dihempaskan ke dinding.

"Ugh! Brengsek!"

Sudou juga meraih lengan Housen dan memberikan tendangan untuk meloloskan diri. Tubuh Housen sedikit berguncang.

Sudou berhasil meloloskan diri dan langsung melancarkan serangan tanpa takut sedikitpun, tapi pada saat itu Housen segera mengarahkan tendangan langsung ke tubuh Sudou, lalu punggung Sudou terbentur ke dinding di belakangnya karena dampak tendangan Housen.

Mereka tampak bersaing kekuatan dalam perkelahian ini, tapi kekuatan mereka sangat jauh berbeda.

Sudou yang mudah membuat orang lain memusuhinya, mungkin telah melalui banyak perkelahian.

Dengan tubuh dan kemampuan fisiknya serta aktifitasnya di klub basket, hampir tidak ada orang yang mau melawannya.

Kecuali siswa yang bernama Housen ini. Mungkin jumlah perkelahian Housen tidak ada bandingannya dengan Sudou, mungkin saja dia telah mengalami pertarungan yang mengerikan. Pengalaman mereka berkelahi terlihat jelas berbeda. Housen memiliki tubuh yang besar dan kuat, dia bahkan tidak takut sedikitpun melawan senior. Dan gerakannya yang cepat itu, sepertinya itu adalah bakat alaminya.

Mungkin ini alasan Ryuuen tidak mau melawan Housen.

Ryuuen pernah berkata "Aku tidak akan melawan gorilla dalam situasi yang tidak ada untungnya bagiku."

Meski begitu, Sudou tidak akan mudah untuk menyerah. Dia tidak akan tumbang begitu saja, karena dia termasuk salah satu siswa terkuat di tahun kedua. Tapi Housen terus menyerangnya tanpa henti.

Housen memberi pukulan dari sisi kiri dan kanan.

Jika Sudou mencoba melawan balik, pertahanannya akan hancur dalam sekejap dan dia akan menerima pukulan telak.

"Tidak ada gunanya berkelahi!"

Teriakan Horikita tidak mencapai Housen. Sepertinya mustahil untuk menghentikan Housen dengan kata-kata.

Tapi suara Horikita mencapai Sudou. Sejenak, Sudou menatap Horikita.

"Ura-aaaa!"

Dia tambah semangat mendengar suara orang yang ingin di lindunginya.

Sudou mencoba untuk maju dan mendorong mundur Housen, dia berniat mengalahkan Housen.

"Haha! Apa kau ingin membandingkan kekuatan diantara kita berdua?"

Housen juga bergerak maju dengan tubuhnya yang besar itu, dia meraih Sudou dan mengangkatnya.

"Uwoooo!"

Lalu dia melempar Sudou ke dinding dan memprovokasi dengan menggerakkan tangan kirinya.

"Itu perlawanan yang bagus. Majulah!"

"Bacot!"

Housen menghina Sudou yang dipenuhi dengan kemarahan.

Kali ini Sudou ingin membalasnya. Tapi...

"Oi, Sudou. Lihatlah wajah Horikita. Tampaknya dia menatapmu seolah melihat setan."

Housen mengatakan itu sambil menunjuk Horikita yang berdiri di belakang Sudou, lalu Sudou pun menghentikan serangannya.

Di tengah perkelahian itu, Housen berusaha untuk memperdaya lawannya. Sudou pun akhirnya menyadari bahwa dia telah kehilangan ketenangan dan terlibat dalam perkelahian, dia mengalihkan pandangannya dari musuh kuat yang ada di depannya dan melihat ke belakang.

Memang benar, Horikita tidak setuju jika Sudou berkelahi.

Tapi dia tidak ketakutan melihat Sudou. Dia hanya khawatir dan mencoba untuk melakukan semampunya.

Dia hanya bisa berteriak untuk menghentikan perkelahian ini. Sudou lengah untuk sesaat.

Lalu dia segera menyadari situasinya, tapi itu sudah terlambat.

Dengan tersenyum kejam, Housen mendaratkan pukulan kuat ke wajah Sudou yang sedang lengah.

Serangan mendadak dengan satu pukulan telak.

Sudou memang memiliki fisik yang kuat, tapi pukulan yang diterimanya itu lebih keras dari sebelumnya.

Jika dia adalah siswa biasa, mungkin tidak hanya rasa sakit saja yang diterimanya, mungkin saja lehernya bisa patah.

Sudou yang memiliki tubuh besar itu terhempas ke belakang dan terbaring di tanah, dia bahkan tidak bisa berdiri dengan benar.

"Argh!?"

Sudou mengerang kesakitan.

Meskipun Housen tidak berbuat licik, dia tetap unggul dalam perkelahian ini, tapi dia sengaja menjebak Sudou dengan perangkap sederhana.

Housen tidak hanya melukai Sudou secara fisik tapi juga secara mental. Meskipun Sudou tidak kehilangan kesadarannya, dia merasa sangat kesakitan.

Dalam situasi ini aku memikirkannya kembali, orang macam apa Housen Kazuomi ini.

Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia rasakan? Dan apa yang dia inginkan dalam negosiasi ini? Horikita berkata bahwa Housen menargetkan Kelas 2D ketika dia pertama kali datang ke koridor kelas dua. Dan dia pun juga mengakuinya, setelah mempertimbangkan manfaat kerja sama dengan Kelas D tahun kedua. Di tengah negosiasi, dia menggunakan keunggulannya, tapi itu tidak begitu masalah.

Namun, dia merasa kesulitan ketika Horikita menolak tawarannya.

Seandainya dia melanjutkan negosiasi yang menguntungkan, mungkin Horikita akan menyerah untuk kerja sama yang setara. Tapi dia malah mengendalikan situasi dengan paksa secara terus menerus, akhirnya situasinya berkembang menjadi perkelahian.

Dia menyiramkan air minum ke wajah Horikita, bahkan dia berkelahi dengan Sudou.

Padahal dia bisa saja diskors atau drop out, tapi kenapa dia terlihat begitu semangat?

Aku sudah memikirkan hal ini dari tadi.

Apa dia sungguh berpikir jika mengendalikan situasi dengan kekerasan bisa menguntungkannya?

Tidak, kurasa orang ini tidak sebodoh itu.

Lalu apa yang dia incar? Apa yang akan diperoleh Housen dari perkelahian ini?

"Sekarang pengawal yang handal ini sudah tumbang. Siapa selanjutnya?"

Housen berjalan mendekati kami berdua, lalu dia menatap aku dan Horikita secara bergantian.

Bahkan setelah melawan Sudou, dia tidak terlihat kesulitan untuk bernafas.

"Apa kamu pikir... kami akan menyerah pada kekerasan?"

"Aku akan menghancurkanmu di sini dan memaksamu untuk menulis satu atau dua kontrak hingga kau menangis. Jika kau menolak, aku akan terus menghajarmu sampai setengah mati."

(Tl : Parah, terlalu barbar ni orang)

Dia mungkin ingin bilang kalau dia siap untuk berkelahi, tapi itu akan menyebabkan masalah. Lagipula menulis kontrak dengan cara ini tidak begitu efektif, bisa saja kami pura-pura menurutinya agar dia bisa tenang, tapi kami tidak akan melakukan itu. Karena kami tidak akan menyerah pada kekerasan Housen.

"Kalau begitu... Aku akan menghentikanmu."

Setelah mengambil keputusan, Horikita bersiap untuk bertarung.

"Menarik! Jika kau akan melakukannya, aku akan menyambutnya."

Melihat sikap Housen itu, dia mungkin tidak tahu bahwa Horikita bisa memakai seni bela diri. Tapi kurasa dia tidak akan terkejut melihatnya. Horikita belum memahami hal itu.

Kemudian, Housen menyerang dengan lengan besarnya itu tanpa peduli sedikitpun.

Horikita menghindarinya dan mendaratkan satu pukulan menuju rahang Housen.

Seketika, pertarungan sudah langsung dimulai.

"Hoo!"

Tapi tangan Horikita dapat ditangkap dengan mudah oleh Housen.

"Gerakanmu sangat bagus. Tapi..."

Housen mengarahkan tamparan ke wajah Horikita dengan lengannya yang besar itu.

Horikita mencoba untuk menghindarinya, tapi dia gagal karena serangan itu terlalu cepat. Serangan itu mengenai Horikita, dia pun terlempar dan terguling di tanah.

"Su-Suzunee!"

Sudou berteriak dan mencoba bangkit sambil menggertakkan giginya. Tapi dia tidak bisa menggerakkan kakinya sedikitpun, dia tidak mampu berdiri lagi.

"Yo, Horikita. Ayo kita bernegosiasi."

Horikita terbaring di tanah, sambil menahan rasa sakit, dia menatap Housen yang mencoba untuk mengancamnya.

"Lima juta poin pribadi. Dengan ini semuanya cocok, kan?"

Itu tidak masuk akal. Jumlahnya naik ke tingkat yang tidak bisa lagi dibayar.

"Jangan bercanda, aku tidak akan membayarnya... Ayanokouji-kun, seseorang, panggil seorang guru..."

Untuk menyelesaikan masalah ini, tidak ada pilihan selain mengharapkan campur tangan orang dewasa, atau kerumunan banyak orang. Meskipun itu Housen, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa.

"Jadi kau sadar kau tidak bisa melawanku... Yah, tidak masalah. Tapi apa kau yakin? Meskipun aku sendiri yang memulai perkelahian, faktanya kalian juga menyerangku, kan? Apa kalian juga ingin dihukum?"

Meskipun dia mencoba untuk membenarkan dirinya sendiri, tidak bisa dipungkiri bahwa kami juga akan menerima hukuman.

Namun jika tragedi ini berlanjut lebih jauh, pihak ketiga harus turun tangan.

"Bajingan!!"

"Minggir!"

Sudou mencoba untuk bangkit, namun Housen menendangnya tanpa ampun. Lalu akhirnya Housen mengarahkan pandangannya kepadaku.

"Berapa lama lagi kau akan melihat, brengsek?"

"La-larilah... Ayanokouji-kun..."

"Lari? Lebih baik jangan. Jika kau lari, luka Sudou dan Horikita akan lebih buruk dari ini."

Aku pun juga sedang memikirkan situasi saat ini.

Apa yang ingin dilakukan Housen sekarang?

Apa dia akan menggunakan kekerasan untuk menghindari tuntutan?

Tidak, itu terlalu tidak realistis.

"Horikita, aku akan memberimu kesempatan terakhir."

"Terakhir...?"

"Jika sekarang kau mau menyiapkan poin pribadi untukku, aku tidak akan membunuh Ayanokouji."

Housen memasukkan tangannya ke dalam sakunya untuk mengambil sesuatu.

Sesaat, aku tidak tahu benda apa yang akan dikeluarkannya. Kemudian di dalam kegelapan, aku bisa melihat sinar perak pada benda yang keluar dari ujung selubungnya.

"A-apa yang mau kamu lakukan!?"

"Dilihat saja sudah tahun, kan. Ini pisau, tentu saja ini asli."

Kecerahannya jelas berbeda dari pisau mainan yang digunakan saat pesta.

"Jika kau menolak tawaranku, aku akan menusuk Ayanokouji dengan pisau ini."

"Jangan bercanda!"

"Aku tidak bercanda! Aku akan melakukannya demi mendapatkan poin pribadi!"

Housen perhalan-lahan menatapku dengan pisau ditangannya.

"Tapi sampai saat terakhir pun, aku tidak mengerti betapa Mengerikannya dirimu."

Housen menatap langsung mataku dan mengatakan sesuatu yang mengagumkan seperti itu.

"Kamu tidak perlu melakukan sesuatu yang beresiko besar seperti itu."

Seolah-olah serangkaian arus yang tidak dapat dikendalikan sejauh ini telah memperingati dan mengharapkan sesuatu.

Selangkah demi selangkah, seseorang mulai mendekatiku.

Orang itu adalah Nanase, siswa di kelas yang sama dengan Housen, dia mencoba untuk menghentikan teman sekelasnya.

"Hentikan. Sudah kuduga, aku tidak bisa... menerima caramu ini."

Nanase berdiri di antara Housen dan aku, dia mencoba untuk memisahkan kami berdua dengan merentangkan tangannya.


"Minggir Nanase. Kau seharusnya mengawasi dan memastikan tidak ada yang melarikan diri, tapi apa yang kau lakukan sekarang ini?"

"Demi Kelas D tahun pertama, aku akan membantumu sampai akhir. Tidak peduli seberapa buruknya strategimu, aku menyetujuinya. Tapi sepertinya itu adalah sebuah kesalahan."

Nanase berdiri di depan Housen, lalu dia mengalihkan tatapannya ke arah Horikita.

"Sejak awal, memang tidak mungkin untuk bekerja sama dengan Housen-kun. Horikita-senpai pernah berkata bahwa Housen-kun menargetkan Kelas 2D ketika datang ke koridor kelas dua, lalu mendapat ide untuk bekerja sama. Tapi sejak awal... Itu hanyalah sarana demi melakukan ini semua. Meskipun senpai memberinya 5 juta poin pribadi, senpai tetap akan mengalami hal yang sama."

Horikita terkejut mendengar kebenaran itu, dia tidak bisa menyembunyikan rasa gelisahnya.

Tidak peduli berapa kalipun mengadakan negosiasi, Housen tidak akan mau bekerja sama. Itu bukanlah kesalahan Horikita. Itu karena tidak ada di antara kami yang bisa memperkirakannya.

Mungkin ada sebuah informasi yang tidak bisa dikatakan. Mungkin saja beberapa instruksi telah diberikan kepada Housen dan Nanase, tapi tidak untuk kami. Kalau memang begitu, sejak awal negosiasi untuk bekerja sama yang setara ini tidak akan bisa tercapai.

"Tidak usah banyak bicara! Dari awal kau sendiri yang menyerahkan rencana ini kepadaku. Kalau kita bisa mengeluarkan Ayanokouji dari sekolah, kelas kita akan mendapatkan banyak poin pribadi. Itu jelas sangat menguntungkan."

"Kurasa begitu. Tapi aku belum bisa memastikan apakah Ayanokouji-senpai benar-benar pantas untuk ditargetkan."

"Itu bukan urusanku. Jika kau hanya akan menghalangiku, lebih baik kau mundur saja!"

Housen mendorong Nanase dengan lengannya yang besar, sama seperti yang dia lakukan kepada Horikita.

Ketika melihat kejadian di depan mataku ini, aku mendapatkan suatu jawaban. Akhirnya, sekarang semuanya sudah jelas.

"Majulah, Ayanokouji."

Housen memegang pisau dengan tangan kanannya. Tentu saja, orang yang ada di sini mengira dia akan menyerangku dengan senjata tersebut.

Housen tertawa dan mengacungkan pisau.

Aku berjalan maju ke depan, tentu saja dengan pikiran yang jernih.

"Ayanokouji-kun-!"

Aku berlari mendekati Housen, sementara Horikita menyuruhku lari dari tempat ini.

Tentu saja saat ini orang-orang akan berpikir bahwa aku sudah gila, karena hanya orang gila yang mau menghadapi lawan yang sedang memegang pisau. Selain itu, dia bukan musuh yang lemah, dia adalah musuh yang sangat kuat.

Saat ini, Housen tersenyum lebar. Dia pasti mengira aku dengan bodohnya telah masuk ke dalam perangkap.

Tapi tindakanku ini bukan untuk menghentikan penusukan.

Merasa diriku semakin mendekatinya, Housen mempercepat ayunan pisau ke bawah.

Target yang dituju oleh pisau itu... bukanlah aku. Melainkan Housen Kazuomi, dia mengincar dirinya sendiri.

Aku menggunakan tangan kiriku untuk menghentikan laju pisau tersebut, aku mencegahnya sampai ke bawah.

Aku tidak meraih lengan Housen atau menghindarinya, aku sengaja membiarkan telapak tanganku tertusuk oleh pisau itu.


"Apa!?"

Tindakanku ini jelas merupakan pengecualian dalam rencana Housen.

Dia tidak mungkin memprediksi hal ini sebelumnya.

Tidak ada yang bisa membayangkan kalau aku akan sengaja membiarkan diriku sendiri tertusuk oleh pisau.

Lengan yang mengayunkan pisau telah berhenti sepenuhnya. Dalam sekejap, senyum di wajah Housen telah menghilang.

"Kau... Ayanokouji!"

Wajar jika dia bingung. Orang-orang pasti keheranan melihat tindakanku ini.

Tindakanku terlihat seperti orang yang sudah putus asa untuk ditusuk pisau.

Darahku terciprat dari pisau yang menembus telapak tanganku.

"Pisau itu, tepatnya pisau kecil yang aku beli."

"Apa yang kau bicarakan...?"

"Kau berencana menusuk kakimu sendiri dengan pisauku ini. Setelah itu, kau hanya perlu melaporkan tentang penusukan dan aku akan dikeluarkan dari sekolah dengan bukti yang ada. Kurang lebih rencananya seperti itu, kan?"

Jika melihat cara Housen memegang pisau, itu jelas bukan untuk menusuk lawan. Alasan dia menaikkan pisaunya ke atas adalah.. untuk menunjukkan dirinya telah ditusuk. Dan itu lebih alami jika menekan pegangan secara terbalik dan membuat ujung pisau tegak menghadap ke bawah.

"Oh. Jadi karena kau sudah mengetahuinya, kau sengaja ditusuk. Kau sudah gila!"

Housen tertawa dengan kesal.

"Ini adalah cara terbaik untuk menghentikanmu. Kau datang ke sini untuk mendapatkan luka yang serius."

Meski terbukti itu adalah rencana yang efektif, melukai diri sendiri sangatlah berbahaya. Kebanyakan orang tidak akan sanggup untuk melakukannya.

Itu sebabnya, jika dia tertusuk, dia bisa memberi pernyataan bahwa dia telah ditusuk oleh seseorang.

"Tampaknya kalian menjalankan suatu ujian yang istimewa seperti ujian khusus, sepertinya ujian ini telah diberikan kepada sejumlah siswa tahun pertama. Yang kudengar dari percakapanmu dengan Nanase tadi adalah Mengeluarkanku dari sekolah. Entah bagaimana aku sampai ke tempat ini dan situasi berkembang menjadi perkelahian yang agresif. Setelah itu, aku akan melawan karena Horikita dan Sudou sudah terluka. Kemudian dalam keadaan darurat, aku akan menusuk Housen dengan pisau yang kusembunyikan, lalu aku pun dikeluarkan dari sekolah. Itulah skenario yang konyol ini."

Bahkan jika ada toleransi terhadap perkelahian, tetap saja akan mendapatkan hukuman. Masih mending kalau hukumannya hanya dikeluarkan dari sekolah. Tapi bagaimana jika lebih parah dari itu? Bisa saja itu akan berkembang menjadi kasus pidana karena telah menggunakan pisau.

"Kudengar itu bukanlah omong kosong. Tapi karena aku tidak terlalu merasakannya, terus terang.. aku meremehkanmu. Aku memang bermaksud datang ke sini untuk menusuk diriku sendiri... Bagaimana kau bisa tahu kalau ini adalah pisaumu?"

"Aku telah melakukan penyelidikan. Hingga kemarin, akulah satu-satunya pembeli pisau ini. Tapi jika kau memiliki pisau yang sama, aku akan segera mengetahuinya."

Bagiku sangat mudah untuk meraih lengan Housen dan merebut pisau darinya. Aku cukup mendekatinya dan mencegah pisau itu sampai ke kakinya. Tapi itu bukan solusi yang tepat untuk masalah ini. Satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah.. menyegel rencana Housen sepenuhnya seperti sekarang ini.

Housen mencoba untuk melepaskan pegangannya dari pisau, tapi aku menahan tangannya dengan cengkramanku.

"Kau...! Siapa kau sebenarnya...?"

Mengetahui kekuatanku ini, ketenangan Housen sebelumnya telah menghilang sepenuhnya.

"Apa yang sebaiknya dilakukan? Meskipun pemilik pisau ini adalah aku, kaulah yang menusukku. Selain itu, aku juga melakukan penyelidikan tentang barang yang kau coba beli sebelumnya. Kau tidak bisa mengelak, kau akan dikeluarkan dari sekolah, Housen."

Di gagang pisau terdapat sidik jariku dan Housen. Situasinya sekarang yaitu telapak tanganku tertusuk oleh pisau itu, jadi dia tidak bisa lolos begitu saja. Rencana Housen telah berbalik menyerang dirinya sendiri.

"Kau membaca tindakanku sampai sejauh itu...!"

Setelah memberiku tatapan yang tajam, Housen melepaskan pegangannya pada pisau, lalu dia menjauh dariku. Sedangkan pisau tersebut masih menempel ditanganku.

Sekarang keadaan telah berbalik sepenuhnya kepadaku.

Horikita dan Sudou mulai bangkit perlahan dan memulihkan diri mereka.

"A-apa kau baik-baik saja, Ayanokouji-kun...?"

"Ayanokouji..."

"Jangan khawatir."

Tidak mengherankan jika dua teman sekelasku ini cemas dengan keadaanku, tapi sekarang sudah agak terlambat.

Yang lebih penting sekarang adalah menjaga situasi ini untuk mengendalikan Housen dengan sempurna.

"Kau, seberapa jauh kau mengetahuinya? Nanase, apa kau yang memberitahunya?"

"Aku tidak mengatakan apa-apa."

"Pertama kali aku merasa curiga ketika aku dan Amasawa pergi berbelanja ke Keyaki Mall."

"Amasawa-san? Gadis itu juga terlibat dengan masalah ini?"

"Ya! Ketika Housen mencoba membeli pisau, petugas melihat Amasawa menghentikannya. Kaulah yang memikirkan rencana liar ini, namun Amasawa yang membuatnya lebih sempurna. Jika kau sendiri yang membeli pisau dan menusukkannya pada dirimu, secara alami kau akan diperiksa dan kau akan mendapatkan masalah. Tapi jika aku yang membeli pisau, situasinya akan sangat jauh berbeda."

Satu-satunya alasan Amasawa memilih pisau yang mahal yaitu karena memiliki sarung.

Pisau kecil ini akan menjadi barang yang paling bagus untuk rencana Amasawa dan Housen.

Tentu saja ada cara lain untuk membungkus pisau, tapi ketika ingin membawanya, lebih praktis dan mudah jika itu pisau yang memiliki sarung. Hal yang paling mencurigakan adalah.. Amasawa dapat menemukan pisau ini dengan mudah, padahal hari itu dia baru pertama kali datang ke toko itu.

Kemudian pada hari Jum'at, Amasawa datang ke kamarku dan berkata bahwa dia kehilangan ikat rambutnya, tapi tujuan dia yang sebenarnya adalah mengambil pisau tersebut. Dia sengaja berbohong, karena bila pisau itu diambil terlalu cepat, aku akan menyadarinya kalau pisau itu telah tiada. Jadi dia harus mengambil pisau itu disaat-saat terakhir. Setelah mengambil pisau itu tanpa meninggalkan sidik jarinya, dia menyerahkannya kepada Housen.

Jika Amasawa tidak bisa mengambil pisau itu, mereka akan menunda hari penyerangan.

"Sialan! Kerja sama dengan wanita memang akan berakhir menjadi kegagalan."

"Tidak, rencanamu berjalan sejauh ini berkat Amasawa. Jika hanya kau sendiri yang merencanakannya, kau akan hancur."

"Bagaimanapun, situasinya sekarang telah berpihak kepadamu, Ayanokouji-senpai."

Darah yang keluar dadi tanganku juga menempel di pakaian Housen. Tidak ada jalan baginya untuk melarikan diri.

Seandainya dia secara paksa mengambil pisau ini kembali dan menusuk kakinya, dia tidak akan bisa menang.

Kalau dia ingin melakukannya, tentu saja aku akan menghentikannya dengan sekuat tenaga. Karena aku sudah tahu seberapa kuat Housen setelah menghadapinya.

Dari sinilah yang terpenting.

"Masalah ini cukup antara kau dan 'kami bertiga' saja yang tahu."

(Tl note : ' Kiyo, Sudou dan Suzune)

"Apa maksudmu? Apa kau akan membuang kesempatan untuk mengeluarkanku dari sekolah?"

"Sebagai gantinya, ada dua syarat untuk itu."

"Dua?"

Syarat pertama.. tentu saja dia sudah tahu.

"Kau dan Kelas 1D akan menjalin kerja sama yang setara dengan Horikita dan Kelas 2D."

"Jika menolak, aku akan dikeluarkan dari sekolah, ya. Jadi aku harus mematuhinya. Lalu apa syaratnya yang satu lagi?"

"Aku ingin kau bekerja sama denganku, kau akan menjadi pasanganku dalam ujian khusus ini."

Sejak pertama kali melihat Housen, aku akan memilihnya sebagai pasanganku jika berada dalam posisi untuk memilih. Ada beberapa alasan untuk itu, tapi yang paling penting adalah dia tidak peduli dengan perilaku yang menonjol. Jika aku menjadi Tsukishiro, aku akan memberinya peringatan untuk tidak melakukan hal yang menonjol di sekolah. Lalu.. jika Horikita tidak dapat menyelesaikan negosiasi, aku akan menemui Housen secara pribadi dan mengajukan syarat tadi, namun rangkaian peristiwa ini berjalan baik untuk kami.

"Apa kau sudah gila...?"

"Kau baru saja memasuki sekolah ini, banyak hal yang belum kau lakukan. Jika kau meninggalkan sekolah sekarang, kau tidak akan bisa menikmatinya. Aku tidak tahu apa yang terjadi di SMP, tapi aku tahu cerita tentang persainganmu dengan Ryuuen hanya berakhir sebagai rumor. Itu berarti tidak ada bukti bahwa kau adalah siswa yang kuat. Setidaknya yang kulihat dalam setahun ini, Ryueen telah menjadi orang yang lebih kuat dibandingkan dirimu."

"Brengsek!"

Seorang pria bernama Housen Kazuomi memiliki suatu kebanggaan.

Itu adalah kesombongan sebagai orang yang kuat.

Dia pasti akan marah jika Ryuuen dikatakan lebih kuat darinya, terlepas dari kekuatan fisik mereka berdua.

Di atas semua itu, dia tidak bisa mentolerir pilihanku.

Jika Housen yang memiliki kemampuan akademik B+ mendapatkan nilai 0 poin, drop out tidak bisa dihindari.

Tidak mengherankan jika dia ingin menyeretku keluar dari sekolah bersamanya. Meskipun dia hampir bersih seperti orang biasa, aku tidak bisa mengatakan 100% bahwa Housen Kazuomi bukanlah siswa dari White Room.

Tidak peduli seberapa keras aku mencobanya, aku tidak bisa menghapus titik itu. Namun sekarang situasinya berbeda. Meskipun dia gagal dalam ujian khusus ini, fakta bahwa dia telah menusukku masih ada.

Jika ada insiden aneh di belakang layar, Tsukishiro tidak akan bisa memaksaku untuk segera keluar dari sekolah ini, karena nantinya akan dibahas apa yang terjadi dan mengapa Housen mendapatkan nilai 0 poin.

Tidak peduli trik yang digunakan Tsukishiro, situasi dimana aku dikeluarkan dari sekolah tidak akan terjadi.

"Baiklah, Ayanokouji-senpai. Ini pertama kalinya aku sangat bersemangat melawan seseorang. Aku tahu rasanya tidak akan menyenangkan untuk menghancurkanmu hanya dengan kekuatan. Aku akan membunuhmu, jadi nantikanlah."

Housen terlihat sedikit kesal. Sekarang dia berubah pikiran dan menggeser jadwal serangannya kepadaku ke pertempuran yang selanjutnya.

"Aku akan tetap tinggal disini. Ada sesuatu yang perlu aku jelaskan pada Ayanokouji-senpai."

"Hah? Apa maksudmu, Nanase?"

"Aku memutuskan itu demi kebaikan Kelas D tahun pertama. Lagipula Ayanokouji-senpai dan Horikita-senpai sudah sangat waspada terhadap kita. Jadi lebih baik jika mereka mewaspadai semua kelas tahun pertama, kan?"

Meskipun detailnya belum diketahui, Housen menerima gagasan Nanase.

"Lakukanlah sesukamu."

Housen kembali ke asrama sebagai orang pertama yang pergi pada kesempatan ini.

***

Nanase, siswa Kelas D tahun pertama tinggal bersama kami bertiga di tempat ini.

Mungkin akan muncul satu atau dua cerita darinya, tapi sebelum itu ada sesuatu yang harus dilakukan, yaitu menenangkan Horikita yang tampak panik melihat pisau tertancap di tanganku.

"A-apa yang harus kulakukan...? Apa aku harus mencabut pisau itu?"

Bahkan Horikita yang biasanya bersikap tenang, menjadi panik melihat situasi yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.

"Tidak perlu. Ini memang terlihat buruk, tapi untuk sekarang lebih baik dibiarkan seperti ini saja."

Gagal menanganinya bisa menyebabkan pendarahan hebat.

"Bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian terluka?"

"Dibandingkan dengan lukamu, luka ku tidak seberapa..."

"Ya... Aku juga baik-baik saja."

Sudou juga berjalan ke sampingku, ekspresinya berubah menjadi tragis ketika melihat kondisi tangan kiriku.

"Bagaimana kau bisa tetap tenang dengan situasimu sekarang ini?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu."

Aku hanya bersikap seperti biasa, tidak ada alasan khusus.

"Dan juga... Perlawananmu sangat kuat..."

"Aku hanya mengambil pisaunya secara paksa."

"...Bagiku tidak terlihat seperti itu."

Sudou memberikan kesannya yang jujur setelah melihatku melawan Housen sebelumnya, mungkin karena dia punya pengalaman dalam perkelahian. Bisakah aku menipunya dan Horikita?

Kemudian aku mengambil ponsel dengan tangan kananku dan menghubungi Chabashira.

"Aku ingin meminta sedikit bantuanmu. Bisakah kau segera datang ke belakang asrama tahun pertama? Tentu saja, secara diam-diam. Lalu bawakan aku handuk."

Dia sepertinya sedikit bingung dengan panggilan mendadak ini, tapi dia merasakan situasinya sedang mendesak dan berjanji untuk segera datang.

Sebaiknya kami tidak bergerak dari sini sampai saat itu.

Situasinya akan sangat merepotkan jika siswa lain melihat tanganku ini.

Meski begitu... Nanase tidak menunjukkan rasa gelisah sedikitpun melihat situasi ini.

Dia juga merespon dengan tenang saat aku tertusuk pisau dan darahku berceceran.

Aku sama sekali tidak merasakan intensitas rangsangan visual.

"Bisakah kau memberitahuku sesuatu, Nanase?"

"Jika aku tidak bicara, kami Kelas D tahun pertama akan berada dalam kerugian."

"Kau tahu situasinya akan berkembang seperti ini... kan?"

"Begitulah. Housen bertujuan untuk menusuk kakinya sendiri dan membuat Ayanokouji-senpai dikeluarkan dari sekolah."

Dia menggunakan kata-kata sopan untuk menjelaskan sesuatu yang terdengar buruk.

"Apa kamu bersikap ramah kepada kami hanya demi itu semua?"

"Tidak, itu salah. Aku benar-benar ingin bekerja sama dengan Horikita-senpai dan membantu kelas satu sama lain. Tapi... mengincar Ayanokouji-senpai adalah prioritas utama."

Baik Housen maupun Nanase mendekati Kelas D tahun kedua karena aku ada di sana.

"Kenapa kau melakukan itu? Tidak seperti Ayanokouji-kun, aku tidak akan memaafkan ini. Dalam kondisi tertentu, aku berpikir untuk segera melaporkannya pada pihak sekolah."

Horikita bertanya begitu kepada Nanase karena tidak tahu alasannya.

"Kupikir caraku ini memang bersalah, tapi ini tidak bertentangan dengan keinginan sekolah yang bertindak untuk mengeluarkan Ayanokouji-senpai. Tidak banyak siswa tahun pertama yang mengetahui hal ini, tapi dengan mengeluarkan Ayanokouji-senpai, kami bisa memperoleh poin ptibadi dalam jumlah yang banyak."

Akhirnya, alasan Housen mengincarku sekarang sudah jelas.

"Ayanokouji Kiyotaka Kelas D tahun kedua. Siapapun yang mampu mengeluarkan orang ini akan diberikan 20 juta poin pribadi. Itulah ujian khusus yang kami terima."

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Siapa yang sudah memberikan ujian khusus yang tidak masuk akal dan bodoh itu?"

Nanase menutup mulutnya untuk pertanyaan itu.

"...Untuk sekarang, aku sudah mengatakan apa yang harus kukatakan padamu. Ini akan membuat Ayanokouji-senpai sangat waspada terhadap seluruh siswa tahun pertama."

Nanase tidak bicara secara mendalam, dia hanya menyampaikan seminimum mungkin dari yang diperlukan. Housen dan Nanase mengetahui hal ini, belum lagi Amasawa. Jika dipikirkan dengan baik, beberapa siswa Kelas 1B dan Kelas 1C pasti juga mengetahuinya.

"Kamu tidak bisa meyakinkanku dengan jawaban seperti itu! Ayanokouji-kun mengalami cedera yang serius-"

Aku menghentikan Horikita yang membelaku dari Nanase.

"Tidak apa-apa. Aku sudah cukup bersyukur Nanase mau bekerja sama untuk menjelaskan situasinya."

"Jika itu demi Kelas D tahun pertama, aku akan bekerja sama dengan Housen meski tahu hal itu kejam. Faktanya.. jika ada 20 juta poin pribadi di tangan kelas lain, akan ada perbedaan yang cukup besar."

Jika itu dianggap sebagai tiket menuju Kelas A, tiket itu hanya bernilai untuk satu orang.

Namun.. mengingat ujian khusus, akan lebih baik jika memiliki dana yang banyak.

"Tapi itu bukan satu-satunya alasanku membantu Housen-kun."

Nanase mengatakan itu dengan nada yang pelan dan tenang, tapi matanya melihatku dengan tatapan yang tajam.

"Aku(boku)... tidak berpikir kalau Ayanokouji-senpai adalah orang yang tepat untuk bersekolah disini."

Di sini.. untuk pertama kalinya, Nanase menunjukkan perasaan kebencian kepadaku.

Tapi aku tidak tahu alasannya.

Tak lama kemudian, Nanase membungkukkan badannya dan pergi meninggalkan tempat ini.

~Chapter 6 End~

Komentar

Unknown mengatakan…
Kayaknya clue dri salah satu subyek white room udah mulai terlihat
Difk mengatakan…
Jujur aja sih, yg dari whiteroom itu nanase. Yg udah baca volume 2 sampai selesai pasti tau
Redezperado mengatakan…
Epic fight, kalo dianimasiin pasti keren
Unknown mengatakan…
Coba aja ni sklh biasa auto di bantai ayanokouji wkwk
Faikarraja Muzakki mengatakan…
Semakin kesini, semakin sadar klo Ayanokouji ini bukan manusia biasa. Dia bahkan bisa memperkirakan rencana housen dari awal ketemu housen & nanase waktu di koridor kelas 2D. Gila sih

Postingan populer dari blog ini

Classroom of the Elite 2nd Year Volume 2

Volume 2 Ilustrasi Prolog Chapter 1 Part 1 Chapter 1 Part 2 Chapter 1 Part 3 Chapter 1 Part 4 Chapter 1 Part 5 Chapter 2 Part 1 Chapter 2 Part 2 Chapter 2 Part 3 Chapter 3 Part 1 Chapter 3 Part 2 Chapter 3 Part 3 Chapter 3 Part 4 Chapter 3 Part 5 Chapter 3 Part 6 Chapter 3 Part 7 Chapter 3 Part 8 Chapter 3 Part 9 Chapter 3 Part 10 Chapter 3 Part 11 Chapter 4 Part 1 Chapter 4 Part 2 Chapter 4 Part 3 Chapter 4 Part 4 Chapter 4 Part 5 Chapter 4 Part 6 Chapter 4 Part 7 Chapter 5 Part 1 Chapter 5 Part 2 Chapter 5 Part 3 Chapter 5 Part 4 Epilog [PDF] SS Amasawa Ichika SS Horikita Suzune SS Tsubaki Sakurako SS Shiina Hiyori

Classroom of the Elite 2nd Year Volume 1

Volume 1 Prolog Chapter 1 Chapter 2 Chapter 3 Chapter 4 Chapter 5 Part 1 Chapter 5 Part 2 Chapter 5 Part 3 Chapter 5 Part 4 Chapter 6 Part 1 Chapter 6 Part 2 Epilog SS Horikita Suzune SS Nanase Tsubasa I SS Nanase Tsubasa II SS Karuizawa Kei

Classroom of the Elite 2nd Year Volume 2 Chapter 1 Part 1

Chpater 1 : Perubahan dalam Kehidupan Sekolah (Part 1) Pada hari itu, Kelas 2-D menghadapi situasi aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya. Teruhiko Yukimura berkali-kali menghentakkan kakinya, sambil melihat ke arah pintu masuk kelas. "Bisakah kamu tenang sedikit? Ini bahkan belum sampai 5 menit sejak Kiyopon pergi. Dia dipanggil oleh sensei, kan? Berarti dia tidak akan kembali dalam waktu dekat." Hasebe Haruka, teman sekelas sekaligus teman terdekat, berkata begitu kepada Yukimura. Sakura Airi dan Miyake Akito duduk di sebelahnya. "Aku sudah tenang... tidak perlu khawatir," jawab Yukimura. Meskipun dia berhenti menghentakkan kaki, tidak lama setelah itu dia kembali tegang. Diam-diam dia mulai menghentakkan kakinya ke atas dan ke bawah, hingga menggesek celananya. Yukimura berencana untuk bicara dengan Ayanokouji sepulang sekolah, tapi dia menundanya karena kehadiran Horikita. Kemudian dia mendengar dari gadis itu bahwa Chabashira memanggilny