Chapter 4 Part I
"Anu, Ayanokouji-senpai, apa kamu sudah bangun?"
Hari baru saja menunjukkan jam 6 pagi ketika aku mendengar suara itu, tepat saat bagian dalam tenda ku mulai terasa panas.
"Tunggu sebentar, aku akan segera keluar."
Aku pun keluar dari tenda, menanggapi panggilan Nanase.
"Maaf mengganggu mu pagi-pagi begini."
"Tidak apa-apa, aku juga sudah bangun. Lagian sebentar lagi kita akan berkemas dan bersiap untuk pergi."
Aku melihat sekeliling, ke tenda-tenda yang lain dan menyadari belum ada satu pun yang bangun, aku pun berbisik pada Nanase.
"Ada apa?"
"Tentang Ike-senpai ... Apa menurut mu aku terlalu banyak bicara semalam?"
"Yah, bila di katakan terlalu banyak bicara ... Bagi ku kau hanya mengatakan apa ada nya."
Walau dia terlalu ikut campur urusan pribadi orang lain, tapi seperti nya dia sudah merenungkan nya.
"Berkat mu Ike berhasil bangkit kembali, atau lebih tepat nya dia akhirnya bisa mengambil keputusan. Aku yakin dia sangat menghargai apa yang kau katakan pada nya semalam."
"Apa menurut mu begitu?"
Aku langsung mengangguk, tapi dia masih terlihat kurang yakin.
"Aku merasa situasi Ike-senpai saat ini dalam keadaan sedikit sulit. Aku takut percakapan tadi malam malah menjadi bumerang untuknya dan membuatnya bertindak gegabah ... Itu sebabnya aku agak merasa ragu harus berpisah dengan mereka sekarang."
"Bukannya aku tidak mengerti perasaan mu, tapi ... "
Aku juga sedikit khawatir dengan kondisi mental Ike, tapi bepergian dengan mereka akan menimbulkan masalah lain. Kami berada di Table yang berbeda, dan juga kita tidak bisa memprediksi area tujuan berikutnya.
Tergantung pada area yang di tentukan selanjutnya, kami mungkin akan menuju arah yang berbeda.
Ngomong-ngomong soal itu, aku jadi kepikiran, apakah Nanase berkata begitu murni karena kebaikannya atau hanya di buat-buat.
Jika itu opsi yang kedua, apakah dia berusaha mencegah ku untuk pergi ke area yang di tentukan?
Tidak, strategi itu terlalu mudah terbaca.
Bagaimana pun, aku tidak dapat mengabaikan kemungkinan dia ingin menhambat pergerakan ku, tapi ...
"Tidak mungkin, ya ... Aku pikir juga begitu. Jika kita berpisah dengan mereka, mungkin kita tidak akan bertemu lagi dengan mereka."
"Yah, kita lihat saja nanti ... "
Menurut ku itu tidak sepenuh nya mustahil terjadi.
Masih ada cara untuk mengawasi tim Sudou dan melaksanakan instruksi yang kami terima di saat yang bersamaan.
"Memang agak sulit, jika ingin bertemu lagi dengan mereka, tapi itu tidak lah mustahil. Kita hanya perlu memutuskan tempat pertemuan. Selagi jaraknya tidak begitu jauh, dan masih ada stamina yang tersisa untuk berjalan, seharusnya kita bisa bertemu dengan mereka."
Baik itu Task maupun Area yang di tentukan, semuanya akan berakhir pada jam 5 sore.
Dengan kata lain, kami memiliki waktu luang dari jam 5 sore sampai jam 7 pagi keesokan hari nya.
"Itu benar, tapi ... "
Tentu saja tidak ada yang tahu apakah ini merupakan tindakan yang tepat atau bukan.
Semakin jauh area tujuan kami, semakin sulit untuk menentukan tempat pertemuan yang cocok.
"Mungkin kita tunggu dulu dan lihat area mana yang mereka dapatakan."
Jika rute mereka benar-benar berbeda dari kami, lebih baik menyerah saja dengan ide untuk bertemu mereka lagi.
Setelah selesai sarapan dan berkemas, area tujuan pertama di umumkan, tepat pada jam 7 pagi.
"H7, kah?"
Tidak lah buruk, tapi jelas ini bukan hasil yang ideal.
Aku tidak tahu apakah kami akan sampai di sana dalam waktu 2 jam.
Tapi jika tidak mencapai tempat itu, ini akan menjadi area kedua yang terlewatkan oleh kami.
Jika seandainya area berikutnya akan di tentukan secara acak dan muncul di pegunungan sebelah barat, kami benar-benar akan dalam kesulitan.
"Akan sangat merepotkan jika area yang di tentukan secara acak terjadi pada jam 9 pagi."
Jika berasumsi perjalanan kami berjalan lancar selama dua jam itu, paling jauh kami hanya akan mencapai area I7 atau I8.
Bukannya tidak mungkin bagi ku untuk mencapai area H7 dalam waktu dua jam, tapi ...
Jika membuat Nanase berjalan dengan kecepatan yang drastis, mungkin akan menimbulkan resiko yang besar nantinya.
"Kita dapat memilih untuk menghemat tenaga dan area berikut untuk kedua kali nya."
Pengurangan poin hanya akan terjadi bila kelompok melewatkan area yang di tentukan sebanyak 3 kali berturut-turut.
Jadi, meskipun kami tidak berhasil mencapai area H7, kami seharusnya masih aman.
Tapi jika situasinya memburuk, mau tak mau kami harus bergantung pada tujuan utama kami atau selamanya kami tidak akan dapat mencapai area yang di tentukan tepat waktu.
"Sudou, area mana yang kau tuju?"
"Kami dapat area I8, jika kalian berdua menuju arah yang sama, kita bisa berangkat bersama. Yosh, aku mulai bersemangat, ayo kita selesaikan ini!"
Walaupun tempat tujuan kami berbeda tapi setidaknya kami akan menuju rute yang sama.
Namun, perubahan peristiwa ini jauh dari kata menyenangkan. Bahkan aku merasa lebih cenderung menyebutnya sebagai hal yang tidak menguntungkan.
Karena ini mencegah ku untuk bertindak berlebihan.
Jika berusaha untuk berlari sekuat tenaga mencapai area tujuan, Ike dan Hondou tentu tidak akan dapat menyamai kecepatan itu.
"Kita menuju arah yang sama lagi, bagaimana kalau kita tetap berjalan bersama?"
Sebaiknya kami bepergian saja bersama mereka karena kupikir kami mungkin tidak akan sampai ke area yang di tentukan sebelum batas waktu.
Keadaan Ike juga masih mengkhawatirkan, setidaknya kami bisa bekerja sama nanti jika terjadi sesuatu di sepanjang jalan.
"Tentu saja. Kau juga setuju kan, Kanji?"
"Y-Ya, tentu saja."
Ike menjawab dengan sedikit gugup, mungkin percakapan tadi malam masih teringat jelas baginya.
Kehadiran Nanase, sebagai orang asing, telah membantu Ike melihat maju ke depan.
Meskipun ini awal yang kurang menguntungkan untuk hari ketiga, setidaknya ada beberapa sisi positifnya.
Biasanya, Ike akan melontarkan lelucon dan merayu Nanase, mengoceh tentang betapa imutnya Nanase atau semacamnya, tapi sekarang itu tidak terjadi sama sekali. Tidak dapat di sangkal akan sangat keterlaluan jika dia bertindak seperti itu setelah semua yang dia katakan tentang Shinohara tadi malam. Namun, mengingat Ike yang tipe orangnya sering mengatakan hal-hal yang berlebihan, fakta bahwa ia dapat mengendalikan dirinya sekarang mungkin merupakan bukti bahwa dia sudah mulai berubah.
"Baiklah, aku akan memimpin jalannya, jadi kalian semua bisa mengikuti ku."
Dengan berkata begitu, Ike memutar badan dan meregangkan kedua tangannya dan mulai memimpin jalan. Dia menjadi lebih bersemangat sejak aku dan Nanase bepergian bersama mereka. Bagaimanapun, keberanian palsu yang dia tunjukkan tidak jauh berbeda dari keberanian yang sebenarnya.
"Ayanokouji-senpai, kamu tampaknya tidak begitu menikmati ini, ekspresi mu tampak kaku."
"Tidak juga."
"Benarkah?"
Meskipun memang benar aku sedikit kepikiran dengan area yang akan kami tuju. aku cukup yakin bahwa aku tidak akan menampakkannya pada ekspresi ku.
"Tidak ada gunanya memikirkan hal itu. Ayanokouji memang selalu berekspresi seperti itu."
Sudou yang berdiri di depan kami berkata begitu, setelah mendengar apa yang kami bicarakan.
Aku tidak yakin apakah aku harus berterima kasih atau tersinggung atas perkataannya itu.
"Yah, begitulah/"
Perasaan ku agak sedikit campur aduk tentang itu, tapi pada akhirnya aku hanya mengikuti kata-kata Sudou.
Sudou sedikit menyeringai sebelum berjalan ke depan dan berbicara dengan Ike.
"Kamu masih mengkhawatirkan Ike-senpai kan, Ayanokouji-senpai?"
"Kau menyimpulkannya terlalu jauh. Aku memang senang melihat dia sudah berkembang, tapi sejujurnya di luar itu aku tidak yakin dengan yang kau maksud."
"... Begitukah?"
Aku memotong pembicaraan karena ada kemungkinan Ike dan Sudou akan mendengarnya.
Seperti yang terlihat sekarang, Ike lebih bersemangat daripada kemarin, jadi tidak salah untuk mengatakan kalau dia sudah tumbuh secara mental. Dalam hal itu, tanggapan yang kuberikan pada Nanase secara teknis bukan lah kebohongan sama sekali.
Namun, secara garis besar 'pertumbuhan' ini bersifat dangkal. Ini tidak lebih dari sekedar langkah pertama dalam perubahan hidupnya. Tergantung pada situasinya, pertumbuhannya mungkin akan terhambat, atau bisa saja mengalami kemunduran besar.
Manusia tidak lah sesederhana itu sehingga mereka dapat berubah hanya karena mereka menginginkannya, ini kebenaran yang sepertinya juga di sadari oleh Nanase. Dan, Nanase ingin aku juga memahami hal itu. Dari samping, aku dapat mengetahui tatapan Nanase fokus pada Ike yang berjalan di depan kami. Melihat ini membuatku penasaran sampai sejauh mana dia memikirkan Ike.
Tepat di depan kami. Ike dan yang lainnya berteriak kaget.
Seekor burung liar tiba-tiba melebarkan sayapnya dari dalam hutan dan terbang ke langit.
Ini merupakan pemandangan alam yang hanya dapat kami lihat di pulau tak berpenghuni seperti ini.
Bagaimanapun, jika aku ingin mengetahui tentang Nanase, satu-satunya pilihanku adalah bepergian bersamanya, ini juga demi untuk kedepannya.
***
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar