Chapter 5 Part I
Saat ini jam 5 pagi, matahari baru akan mulai terbit di langit.
Waktu di mana sebagian besar siswa masih tertidur, aku terbangun karena mendengar suara aneh dari luar tenda.
Suaranya sangat halus dan tidak terlalu jelas, sesaat aku berpikir, itu cuma salah dengar.
Aku menjulurkan kepalaku keluar tenda untuk mencari tahu. Aku masih bisa mendengarnya meski samar-samar.
Beberapa detik kemudian, Nanase juga menjulurkan kepalanya dari tendanya, sepertinya dia juga terbangun karena suara itu.
"Apa kau mendengar sesuatu?"
"Ya… samar-samar, aku bisa mendengar suara dari perangkat elektronik."
Suara itu hampir menyatu dengan alam sekitar, mungkin karena jaraknya.
Mungkin itu adalah suara alarm dari tablet, tapi suara itu sudah berbunyi terlalu lama, bisa jadi kenyataannya tidak begitu.
"Mungkinkah itu Peringatan Darurat?"
"Mungkin begitu."
Aku keluar dari tenda dan fokus pada pendengaranku untuk menganalisis asal suara itu.
Suara itu terdengar mirip dengan suara yang diputar oleh Mashima-sensei ketika dia memberikan arahan kepada kami saat di atas kapal pesiar.
Tapi dari apa yang kudengar, seharusnya suaranya agak sedikit bergema, yah mungkin terdengar sedikit berbeda karena berasal dari dalam hutan.
"Sepertinya tidak akan segera berhenti, bukan?"
Sudah lebih dari satu menit sejak aku mendengarnya. Sebuah peringatan diatur untuk berbunyi sebanyak dua kali, tapi peringatan dua kali itu akan terputus setelah berbunyi lima detik. Satu-satunya peringatan yang diatur untuk berbunyi terus-menerus seperti ini adalah ... Peringatan Darurat.
"Kalau tidak salah, setelah lima menit─"
"Sekolah akan melakukan pencarian melalui GPS yang dipasang pada jam tangan dan mengirimkan bantuan ke lokasi."
Jika situasinya membuat mereka tidak mampu menonaktifkan peringatan, kemungkinan besar mereka dalam situasi yang berbahaya.
"Bagaimana kalau kita mencari mereka sebelum pihak sekolah datang?"
"Kenapa kita harus melakukan itu? Meski langit sudah tidak begitu gelap, jarak pandang masih terlihat buruk. Kalau kita ceroboh, bisa-bisa kita sendiri yang berada dalam bahaya."
"Apa kamu butuh alasan untuk membantu orang lain?"
Dia menatapku dengan tatapan yang terlalu tulus untuk digambarkan sebagai kemarahan.
Aku tahu, apa pun yang aku katakan, dia tidak akan mundur, yang berarti aku juga harus ikut membantu.
"Kalau kita memang akan bergerak, lebih baik dengan jumlah orang yang lebih banyak. Kita bangunkan dulu Sudou dan yang lain."
"Baiklah."
Kami berdua memutuskan untuk membangunkan Sudou, Ike, dan Hondou, yang masih tertidur di tenda mereka.
Setelah memaksa mereka bertiga yang masih setengah tertidur keluar dari tenda, kami pun mulai menjelaskan situasinya dan langsung menyusun rencana.
Penglihatan akan terbatas di dalam hutan remang-remang yang ada di depan, tanpa penerangan, akan sulit menemukan pijakan yang tepat di atas tanah yang kasar ini. Karena itu, kami harus menerangi jalan dengan baik dan maju dengan hati-hati.
Kami berlima memiliki tiga senter. Aku dan Nanase sama-sama memiliki satu senter, yang satu lagi dimiliki oleh kelompok Sudou.
Cahaya senternya tidak begitu terang, tapi kami harus bersabar dengan itu.
Selain itu, kami juga memutuskan untuk membawa tablet agar kami tidak tersesat di dalam hutan.
"Baiklah, aku akan memimpin jalan."
Terdorong oleh situasi, Ike mengajukan diri untuk memandu jalan, meski kelihatannya dia tidak seantusias itu.
"Maaf, tapi aku kurang setuju."
"E-Eh? Ke-Kenapa?"
"Melihat langit yang masih gelap, aku tidak bisa membiarkan orang yang tidak bisa diandalkan memimpin jalan untuk kita. Peran itu harus diserahkan kepada seseorang yang bisa memahami situasi dan krisis dengan baik dan juga bijak dalam memilih rute yang optimal."
"Ta-Tapi, kau tahu sendiri kan ... Dari kita semua, aku yakin akulah yang terbaik untuk─"
"Ayanokouji-senpai, bolehkah aku memintamu untuk memimpin jalan? Aku akan mengikuti penilaianmu tanpa ragu-ragu."
Nanase memotong kata-kata Ike, memintaku memandu jalan tanpa mendengarkan alasan Ike. Lagipula, mengingat situasinya, setiap detik sangat lah berharga.
Mencari alasan untuk mencoba meyakinkannya hanya akan buang-buang waktu.
"Aku, Nanase dan Ike, masing-masing dari kita akan membawa senter. Nanase di belakangku, di ikuti oleh Sudou dan Hondou. Ike, aku memintamu untuk berada di posisi paling belakang."
Setelah menentukan formasi, aku segera berjalan menuju sumber suara peringatan.
"Ah? Aku tidak masalah sih, tapi... apa kau yakin akan baik-baik saja, Ayanokouji?"
Mengatakan itu, Ike diam di tempat dan berdiri di tengah kabut dengan wajah linglung, tidak mengerti sepenuhnya alasan dari percakapan kami sebelumnya.
"Gak perlu khawatir. Ayo Kanji, kita ikuti saja. Kalau itu Ayanokouji, mungkin akan baik-baik saja."
Sudou menggantikanku menjawab pertanyaan Ike, dia menarik lengan Ike untuk mulai berjalan.
Dengan begitu, kami berlima pun berangkat.
"Kita bisa saja terluka saat berjalan seperti ini kan..."
Nanase memberikan komentar itu dengan santai saat kami tengah melewati hutan.
"Astaga, kenapa sih kita harus berjalan pagi-pagi begini?"
Hondou mengungkapkan keluhannya sambil mengusap matanya yang masih mengantuk.
"Bagiku, ini tidak aneh sama sekali. Misalkan area yang ditentukan berikutnya sangat lah jauh, kita harus bergerak di pagi hari agar bisa mencapai tujuan."
Area yang ditentukan telah dipertimbangkan sebelumnya oleh pihak sekolah, dengan memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebagian besar kelompok untuk sampai ke sana.
Namun, dengan adanya penunjukan area secara acak, sebagian kelompok terpaksa harus bergerak di pagi hari atau pun larut malam.
Beberapa saat kemudian, kami perlahan-lahan mulai mendekati sumber dari alarm peringatan.
Bahkan sampai sekarang, peringatan itu masih berbunyi dengan keras.
Peringatan Darurat terdengar semakin keras. Tidak, bunyinya semakin dekat...
"Heeii! Kalau ada orang di sana, jawab kami!"
Sudou berteriak ke arah sumber suara itu, tapi tidak ada jawaban. Sepertinya tidak ada pergerakan apa pun di sekitar sana.
"Ke-Kenapa tidak ada yang menjawab...? A-Apa jangan-jangan, ini adalah ulah hantu?"
Aura tak menyenangkan dapat dirasakan dari lokasi suara itu, atau bisa dibilang tempat kami berada sekarang ini, mungkin karena itu pula Hondou ketakutan.
"Menurutku, mereka mungkin dalam situasi tidak bisa meminta bantuan."
"Kalau benar begitu, situasi mereka mungkin sangat buruk."
Yah, bagaimanapun juga, satu-satunya cara untuk memastikannya adalah terus maju ke sumber suara tersebut.
Kami terus maju ke dalam hutan tanpa tergesa-gesa dan menerangi jalan di depan dengan hati-hati.
"Semuanya, tidakkah menurut kalian suaranya agak sedikit... aneh?"
Nanase yang mengikuti di belakangku, mengungkapkan pendapatnya dalam situasi yang tidak biasa ini.
"Aneh? Yah, memang terdengar aneh. Mungkin itu karena kita sudah berjalan jauh ke dalam hutan yang gelap ini..."
"Tidak, bukan itu maksudku─"
"Maksudmu tentang frekuensinya kan, Nanase?"
Aku menoleh ke belakang dan menjawab, dia dengan tegas menanggapi dan menganggukkan kepala.
"Awalnya, aku berpikir suara itu bergema karena asalnya dari dalam hutan. Tapi sekarang setelah kita lebih dekat, aku sadar bukan karena itu. Aku cukup yakin penyebab suara itu bergema karena faktanya itu adalah dua suara yang berbeda."
Peringatan Darurat hanya akan berbunyi ketika seseorang berada dalam kondisi yang sangat parah.
Gagasan bahwa dua suara berbunyi pada saat yang sama adalah sesuatu yang tak terduga.
Namun sekarang, setelah berada dekat dengan lokasi, kebenarannya mulai terungkap.
Suara berirama dari dua Peringatan Darurat terdengar jelas di waktu yang hampir bersamaan dan juga berasal dari tempat yang sama.
Sepertinya suara itu bergema karena kedua suara itu tidak sinkron satu sama lain.
"Mengerikan sekali ... Apa kalian yakin aman bagi kita terus maju ke depan...?"
Saat jalan di depan berangsur-angsur mulai menanjak, Hondou menyuarakan kekhawatirannya.
Tidak aneh jika dia merasa takut, mengingat dimana kami akan mendekati lokasi dua orang yang lumpuh secara berurutan.
Tak lama kemudian, suara itu menjadi sangat keras sampai akhirnya kami tiba di lokasi.
Kami berhenti sejenak dan mulai menyisir area itu dengan senter kami untuk mencari asalnya.
Tak lama kemudian, kami menemukan sosok seorang laki-laki tergeletak di tanah.
"Apa jangan-jangan itu ... Komiya!?"
Orang pertama yang menyadari identitas laki-laki tersebut adalah Sudou.
Benar. Orang yang tergelatak itu memang Komiya dari Kelas 2-B.
"O-Oi! Apa-apaan ini? Bertahanlah! Komiya!"
Sudou dengan panik bergegas menghampiri Komiya yang tergeletak di tanah, mungkin tindakannya itu didasarkan pada ikatan mereka sebagai sesama anggota klub basket.
"Senpai..."
"Ya."
Seperti yang diperkirakan sebelumnya, bukan hanya satu, tapi ada dua peringatan.
Peringatan kedua terdengar dari seseorang yang tergeletak beberapa meter dari tempat Komiya pingsan. Orang itu adalah Kinoshita Minori, teman sekelas Komiya dari Kelas 2-B. Sesaat, Nanase tampak bingung dengan situasi yang aneh ini, namun dia langsung bergegas menghampiri Kinoshita.
Untuk dapat memahami apa yang telah terjadi, aku meninggalkan Komiya dan Kinoshita kepada yang lain lalu pergi mengamati area sekitar. Ada satu hal yang membuatku kepikiran, yaitu aku tidak dapat menemukan jejak anggota ketiga dari kelompok mereka, yaitu Shinohara. Bahkan ransel maupun perlengkapan lainnya juga tidak terlihat di sekitar sini.
"Oi Komiya! Apa yang terjadi dengan Shinohara!?"
"Percuma, dia tidak sadarkan diri..."
Aku mendengar Sudou dan Ike yang sedang bicara tentang kondisi Komiya.
Kemudian Peringatan Darurat dimatikan secara manual, hutan pun kembali dalam keadaan tenang dan sunyi senyap.
"Kinoshita-senpai juga belum sadarkan diri. Dilihat dari goresan dan bajunya yang kotor, aku khawatir ini..."
Kata-kata Nanase terhenti saat dia berbalik melihat ke arah lereng di bawah tebing yang ada di belakangnya, tebing itu tingginya beberapa meter di atasnya.
Setelah menilai kondisi Komiya, Sudou mengangguk setuju. Sepertinya dua orang ini berpikir bahwa salah satu anggota dari kelompok Komiya kehilangan pijakan kemudian jatuh dari tebing, sementara yang lain terseret saat mencoba menyelamatkan yang terjatuh.
Aku mendekati lereng untuk menyelidikinya, namun aku hanya menemukan tanda-tanda orang baru saja jatuh dari atas sana.
Dengan kata lain, aman untuk berasumsi bahwa orang yang dimaksud adalah Komiya dan Kinoshita.
Jarak pandang di area ini sangat lah buruk, karena itu, cukup memungkinkan jika mereka tersesat. Selain itu, butiran embun sangat tebal di tempat ini dan tanahnya juga sedikit lembap, kemungkinan mereka terpeleset itu benar-benar terjadi.
Aku mengarahkan senter ke kaki ku. Tanahnya sedikit berlumpur di beberapa tempat, jadi di mana aku melangkah, jejak kaki ku akan tertinggal di situ.
Aku menerangi jalan setapak dengan senterku, terlihat ada dua jejak kaki yang berbeda dari Sudou dan Nanase yang bergegas ke tempat Komiya dan Kinoshita jatuh. Namun, selain jejak-jejak itu, ada jejak samar yang memudar, tampak seperti jejak kaki orang ketiga.
Jejak kaki itu mendekati tempat Komiya dan Kinoshita terbaring, tapi tiba-tiba jejaknya berbalik.
Meskipun belum jelas apakah hal ini berkaitan, tapi itu berarti ada kemungkinan orang lain baru saja berada di sini beberapa saat yang lalu.
Pemikiran bahwa jejak kaki itu milik Shinohara sempat terlintas di benakku, tapi sulit membayangkan dia akan pergi begitu saja tanpa menolong kedua orang itu.
Bahkan jika dia pergi mencari bantuan, dia tetap akan menghampiri kedua orang itu lebih dulu untuk memastikan keadaan mereka.
Aku membandingkan jejak kaki itu dengan sepatuku sendiri dan menyadari bahwa ukurannya lebih kecil. Ukuran sepatuku 26 cm, sedangkan jejak kaki misterius itu ukurannya 1,5 hingga 2 cm lebih kecil dari ku. Memang benar, aku tidak bisa sepenuhnya mengabaikan kalau jejak itu ditinggalkan oleh laki-laki, tapi sepertinya lebih memungkinkan kalau jejak itu adalah jejak milik perempuan.
Tiba-tiba aku merasakan kehadiran yang tak di kenal dari arah barat laut, aku mengarahkan senterku ke sana dan diam-diam melihatnya.
Namun, di sekitar sana sangat gelap dan banyak pepohonan lebat, aku tidak dapat melihat siapa pun.
Aku penasaran apakah ada alasan bagi orang itu, merasa bersalah karena tidak mendekati kami.
Pada akhirnya, aku memilih untuk mengabaikan kehadiran itu dan pergi memeriksa area di sekitar jejak Kinoshita.
Aku berpikir ada kemungkinan kecil Kinoshita berjalan di sekitar area itu sebelum dia kehilangan kesadaran.
Namun, aku tidak menemukan bukti yang menunjukkan kalau dia bertindak begitu.
Bagaimanapun, mungkin lebih baik aku berasumsi bahwa jejak kaki yang kutemukan itu milik pihak ketiga yang tak diketahui.
Wajah Kinoshita penuh dengan goresan dan pakaiannya juga kotor seperti Komiya, tapi sejauh pengamatanku, tidak ada luka luar yang serius.
"Masalahnya sekarang, apa yang akan terjadi nanti pas para guru datang?"
Tidak diketahui seberapa parah luka mereka, tapi yang jelas mereka tidak bisa menghindari pemeriksaan medis. Jika mereka benar-benar kehilangan kesadaran setelah jatuh dari tebing, pemeriksaan medis secara menyeluruh akan dilakukan, dan bisa dipastikan mereka dinyatakan mengundurkan diri. Mungkin tidak akan ada waktu bagi mereka untuk bangun dan mencoba menutupi kejadian ini dengan kebohongan.
Jika di tempat lain Shinohara berada dalam situasi yang sama, maka pada saat itu juga, ketiga orang dari kelompok Komiya dinyatakan mengundurkan diri dari ujian.
Mengingat tidak ada satupun dari mereka yang memiliki 'Kartu Asuransi', pengusiran bisa saja terjadi.
"Shinohara-!!"
Ike meneriakkan nama Shinohara ke arah hutan.
Jika Shinohara memang berada di sekitar sini, dia seharusnya akan menanggapi Ike, atau setidaknya dia akan mengirim semacam sinyal.
Fakta dia tidak menjawab panggilan Ike, ada kemungkinan dia juga terseret dalam kecelakaan, seperti Komiya dan Kinoshita.
Ike hendak berlari dan mencoba mencarinya, namun aku segera menghentikannya sebelum dia pergi.
"Jika kau pergi ke dalam hutan tanpa membawa tablet, kau akan tersesat."
"I-Itu, aku tahu itu, tapi, tetap saja...!"
"Aku tahu kau khawatir. Lagipula, agak aneh rasanya dia tidak merespons meski kau sudah berteriak memanggilnya."
"Y-Ya. Itu sebabnya kita harus segera menemukannya!"
"Tapi, kalau dia terluka parah, Peringatan Darurat akan berbunyi seperti Komiya dan Kinoshita, bukan?"
Selain dua Peringatan Darurat sebelumnya, tidak ada suara lain di hutan yang sunyi ini.
"Itu... ya... kau benar..."
"Karena Shinohara tampaknya tidak berada di dekat sini, kita dapat berasumsi kalau dia tidak terluka parah."
"Jadi maksudmu, dia mungkin tersesat... gitu?"
Tentu saja itu juga termasuk kemungkinan lainnya.
"Ugh... guh...!"
Sementara semua orang sedang kebingungan, tiba-tiba terdengar erangan lemah dari Komiya, dia sepertinya tak dapat memahami situasinya saat ini.
"Komiya! Kau bisa mendengarku? Komiya!?"
Sudou segera memanggilnya, dan tampaknya Komiya mampu menanggapinya, dengan memegang lengan jaket Sudou.
Sepertinya, Komiya telah mendapatkan kembali kesadarannya.
Perasaan lega mulai menyelimuti kami, tapi ketika akhirnya Komiya membuka mulut untuk bicara, perasaan lega itu pun segera sirna.
"K-Kakiku... sakit...!"
Dari apa yang kulihat, kaki kanan Komiya baik-baik saja, tapi beda cerita dengan kaki kirinya. Rasa sakit dan menderita tampak jelas di wajahnya setiap kali dia mencoba menggerakkan kakinya.
"Kakimu... sial!"
Melihat Sudou yang gemetar, aku dapat menyimpulkan kondisi Komiya tanpa perlu melihatnya langsung.
Nanase juga mengamati kondisi Kinoshita lebih dekat, untuk menilai keadaannya.
"Bukan hanya Komiya-senpai, kondisi kaki kiri Kinoshita-senpai juga terlihat tidak baik. Skenario terburuknya, mungkin saja kakinya patah."
Mereka berdua tidak hanya jatuh dari lereng yang sama, tetapi mereka juga mengalami cedera serius pada kaki kiri mereka.
Aku sendiri bisa memastikan seberapa parah cedera mereka dengan melihat area kejadian, tapi sekarang itu tidak ada gunanya melihat itu.
"Jika mereka mengalami memar atau patah tulang, tidak diragukan lagi, mereka akan didiskualifikasi."
Hari keempat ujian bahkan belum resmi dimulai, wajar jika berasumsi bahwa sejauh ini tidak ada yang mengundurkan diri. Dengan pemikiran begitu, melihat kondisi mereka, masuk akal jika mereka akan diskualifikasi, dan kemungkinan besar mereka akan dikeluarkan dari sekolah. Bahkan jika Shinohara aman dan baik-baik saja, akan sulit baginya untuk mengumpulkan poin sendirian. Selain itu, sampai saat ini dia masih belum ditemukan.
Bagaimanapun juga, pasti ada sesuatu yang terjadi lebih dari sekedar apa yang terlihat...
Terlebih lagi, masih ada sosok aneh yang mengawasi kami dari arah barat laut.
Namun, keberadaan itu tidak bergerak sama sekali, memilih untuk diam di tempat. Awalnya, keberadaan itu menjaga jarak agar kehadirannya tetap samar, tapi di saat aku terus berpura-pura tidak tahu, hawa kehadirannya perlahan-lahan terasa semakin lebih jelas. Seolah memancingku untuk memperhatikannya.
Di saat yang sama, tiba-tiba Nanase meninggalkan Kinoshita dan menghampiriku lalu berbisik ke telingaku...
"Ada yang aneh, bukan?"
Sudou dan yang lainnya mungkin tidak menyadarinya, tapi memang benar, ada yang aneh dengan situasi ini.
"Kau benar. Mungkin saja mereka terjebak dalam suatu masalah."
Jika ini hanya terjadi pada satu orang saja mungkin tidak ada yang aneh, tapi faktanya, dua orang berada dalam kondisi yang sama persis, jelas saja ini menimbulkan rasa khawatir.
"Komiya. Bisakah kau mengingat apa yang terjadi saat kau mengalami kecelakaan?"
Aku bisa saja terus berteori, tapi itu hanya akan sampai sejauh ini. Oleh karena itu, kupikir akan lebih baik untuk bertanya langsung pada Komiya.
Lagipula, mungkin aku tidak akan punya waktu untuk bertanya kepadanya begitu anggota fakultas sekolah tiba.
"A-Aku tidak tahu... kejadian itu begitu cepat. Tiba-tiba aku merasakan ada sesuatu menghantam betisku dan yang aku tahu selanjutnya adalah aku berguling menuruni lereng... Agh...!"
Wajahnya menunjukkan kesakitan lagi saat dia mencoba menggerakkan kakinya.
"Betismu terbentur sesuatu?"
"Mu-Mungkin begitu? Aku tidak terlalu mengingatnya... Maaf."
Ingatannya tentang kecelakaan itu samar-samar, tapi kami tidak bisa menyalahkannya.
"Kinoshita juga berakhir jatuh disamping mu. Apa kau tahu apa yang terjadi padanya?"
"Eh...? Ti-Tidak, aku tidak tahu. Kenapa Kinoshita ada di sini...? Kalau tidak salah, saat kejadian itu, kami..."
Dilihat dari reaksi Komiya, sepertinya Kinoshita bukanlah orang pertama yang jatuh dari lereng.
Kalau begitu, berarti aku bisa berasumsi bahwa Komiya lah yang pertama kali jatuh.
"Benar juga...! Satsuki, mana Satsuki!? Apa dia juga jatuh!?"
Sambil menahan rasa sakit saat ingatannya kembali membanjiri otaknya, Komiya meneriakkan nama Shinohara dengan gigi terkatup. Ekspresi Ike menjadi gelap saat mendengar Komiya memanggil Shinohara dengan nama depannya, tapi Ike tahu bahwa sekarang bukan saatnya untuk marah karena hal itu.
"Shinohara menghilang. Apa kalian tidak bergerak bersama?"
"Satsuki─ Agh...!!"
Sepertinya kaki kirinya terasa sangat sakit baginya sehingga dia kesulitan untuk berbicara dengan benar.
"Kau tidak perlu memaksakan diri."
"Ti-Tidak apa, aku khawatir dengan Satsuki... Maaf Sudou, bisakah kau membantuku duduk...?"
"Y-Ya. Tapi jangan memaksakan diri."
Dengan bantuan Sudou, Komiya perlahan berhasil bangun.
"Komiya, di mana Shinohara!?"
Ike meneriakkan pertanyaan itu. Tentu saja, dia jauh lebih khawatir dengan kelompok Komiya daripada kami semua.
Bahkan, ketidakmampuannya untuk menahan diri begitu jelas sehingga Komiya mungkin juga menyadarinya.
"... Aku tidak tahu... Kami... Kami mencoba bergerak cepat..."
Komiya melanjutkan penjelasannya, sesekali rasa sakit terlihat sekilas di wajahnya.
"Lalu, kami menunggu... Satsuki kembali..."
"Apa? Kau menunggu? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan!"
Komiya berusaha keras untuk memberi konteks yang tepat untuk dikatakan, dia menggelengkan kepalanya beberapa kali dan mencoba fokus.
Dia perlahan-lahan menyaring ingatannya sambil mencoba mengatur waktu yang tepat untuk bicara pada kami.
"Biar aku mulai dari awal. Kami terburu-buru karena kami melewatkan dua area yang ditentukan kemarin. Setelah mendiskusikannya tadi malam, kami akhirnya memutuskan untuk mencoba menutup jarak lebih awal pagi ini... Langit masih cukup gelap ketika kami berangkat, jadi kami saling menjaga selama perjalanan, tapi... pada saat itu, Satsuki berkata dia ingin pergi ke kamar kecil, jadi kami berpisah sebentar, aku dan Kinoshita menunggunya selesai. Tentu saja, kami menggunakan senter kami untuk saling melacak..."
Komiya sudah lebih sedikit tenang dibandingkan saat pertama kali dia bangun. Meskipun kesakitan, terlihat jelas betapa khawatirnya dia terhadap Shinohara.
"Sementara kami menunggu Satsuki kembali, kami berdua melihat ke bawah lereng dan berdiskusi apakah kami bisa menggunakannya sebagai jalan pintas. Tepat saat aku berpikir akan sulit untuk turun─"
"Saat itulah sesuatu mengenai betismu?"
Setelah mengantisipasi ke mana arahnya, Nanase menyela, Komiya pun mengangguk sebagai tanggapan.
"Yang ku ingat saat itu rasanya sangat menyakitkan... Tapi itu tidak berlangsung lama karena yang aku sadari selanjutnya adalah aku berguling menuruni lereng... Dan kemudian, ketika aku sadar, Sudou dan kalian sudah ada di sini."
Anggota tubuh manusia tidak lah begitu kuat dan cukup rapuh. Bukan hal yang aneh jika saat itu mereka sudah cedera.
Jika Komiya adalah satu-satunya yang terlibat dalam insiden ini, maka cukup mudah untuk menyimpulkan bahwa rasa sakit akibat benturan itu lah yang membuatnya kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh ke lereng di depan matanya.
Namun, fakta bahwa hal yang sama juga terjadi pada Kinoshita membuat ku belum dapat melihat gambaran seutuhnya.
Apakah dia tiba-tiba panik saat melihat Komiya pingsan dan akhirnya jatuh bersamanya ketika dia mencoba untuk menolong...?
Apa pun alasannya, sepasang mata misterius yang mengawasi kami dan jejak kaki yang tidak dikenal itu jelas-jelas menjadi sumber kekhawatiran.
Saat aku merenungkannya, tiba-tiba aku mendengar suara dari puncak lereng.
Kami semua serentak mengarahkan senter ke arah datangnya suara itu, tapi tidak terlihat ada seorang pun di sana.
Mungkin itu hanya seekor hewan kecil atau semacamnya, mengingat suaranya yang samar-amar, tapi...
"Shinohara!?"
Ike baru saja mulai tenang, tapi ketika mendengar suara itu, dia langsung berlari menuju lereng.
"Oi Kanji! Tunggu! Bahaya woi!"
Teriakan sahabatnya yang bergema di hutan yang gelap ini, tak terdengar olehnya.
"Senpai, terlalu berbahaya membiarkan Ike-Senpai pergi sendirian!"
"Aku tahu. Aku akan menitipkan tablet kepadamu. Tunggu di sini sampai kami kembali."
Aku segera mengejar Ike, tapi dia sudah bertekad untuk memanjat tebing.
Aku sedikit terlambat, tapi sepertinya itu tidak masalah.
"Tapi, bukankah akan jadi masalah bagimu jika tersesat tanpa tablet, Senpai?"
"Benda itu hanya akan menghalangiku memanjat tebing."
Selain itu, mendaki tebing sambil membawa tablet bukan satu-satunya risiko di sini. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga, risiko lainnya adalah aku bisa saja menjatuhkannya dan kehilangan tablet itu. Dengan menitipkannya pada Nanase, dia bisa datang mencari kami berdua seandainya kami tersesat atau terjadi sesuatu.
Begitu Nanase mengambil tablet itu, aku langsung mengejar Ike.
Ike dengan semangat memanjat ke arah sumber suara, tapi gerakannya terlalu ceroboh. Saat aku berhasil menyusul, aku memutuskan untuk menunjukkan jalur yang bagus untuk menaiki tebing ini. Jelas sekali dia akan melawan jika aku mencoba membujuknya kembali bersamaku.
"A-Ayanokouji!?"
Awalnya dia mungkin mengira aku datang untuk menghentikannya karena dia terkejut saat aku melewatinya dengan cepat. Karenanya, itu membuat dia panik dan berusaha sekuat tenaga untuk mengejarku.
Kepanikan itu akhirnya menyebabkan kelalaian. Dia berhenti memperhatikan pijakannya dan mulai tergelincir.
"Oh... Ah!?"
Aku segera meraih lengan Ike untuk membantunya.
"Bisakah kau mengikutiku dengan tenang? Kalau tidak, aku akan membawamu kembali dengan paksa."
"... Ba-Baiklah. Aku akan mengikutimu dengan tenang jadi... tolong jangan paksa aku kembali..."
Aku mengangguk dan mulai memimpin jalan menaiki lereng.
Meskipun jarak pandang masih buruk, sedikit demi sedikit matahari mulai menerangi jalur di depan kami.
Kami mendaki dengan hati-hati, dan begitu mencapai puncak, kami menemukan tempat di mana Komiya dan Kinoshita terjatuh.
Ike berlutut sambil berusaha mengatur napas, tapi dengan panik ia mengamati area sekitar untuk mencari Shinohara.
Aku juga melihat sekilas ke area sekitar, tapi tidak ada seorang pun yang terlihat.
"Shinohara-!!"
Dia memanggil nama Shinohara sekeras mungkin, berharap kali ini suaranya akan sampai ke telinga Shinohara.
Tak banyak jalan setapak yang kokoh, jadi bukannya tidak mungkin bila Shinohara jatuh di tempat lain lereng saat dia mencoba turun.
Saat ini, di tempat ku berpijak, aku menemukan tiga ransel berbeda, tampaknya ini milik Komiya, Kinoshita, dan Shinohara.
Dari penglihatanku, tidak ada bukti menunjukkan seseorang telah memeriksanya tanpa izin.
Ketiganya mungkin memutuskan untuk meninggalkan tas mereka di sini sampai Shinohara kembali dari kamar mandi.
Aku bisa membayangkan saat Komiya dan Kinoshita berdiri di sini sambil mendiskusikan apakah mereka harus mencoba menuruni lereng atau tidak.
"Sial, dia juga tidak ada di sini!"
Ike meninju tanah dengan frustrasi, kecewa karena tidak ada tanggapan. Namun, pada saat itu juga...
"... Ike? Kamu kah itu, Ike?"
Shinohara perlahan berdiri dari balik semak-semak di kejauhan.
"Shinohara...? Shinohara!!!"
Begitu melihat kami berdua, Shinohara langsung berlari menghampiri kami.
Dia kemudian menyerahkan dirinya ke pelukan Ike, tubuhnya gemetaran dan air mata mengalir di wajahnya.
"Ka-Kau di sini selama ini?"
"Y-Ya."
"Lalu kenapa kau tidak menjawab lebih awal!? Apa kau tahu betapa khawatirnya aku!?"
"I-Itu karena..."
Begitu mengingat sesuatu yang tampaknya sulit diterimanya, Shinohara menjadi gemetaran ketakutan daripada sebelumnya.
Dengan ini, Ike pasti mengerti bahwa dia tidak bersembunyi karena niat jahat.
"K-Komiya-kun dan Kinoshita-san, di mana mereka!?"
"Mereka berdua terluka parah di dasar lereng, apa yang terjadi pada mereka?"
Jika rekan-rekannya tersandung dan jatuh dari lereng, maka Shinohara pasti akan panik dan mencoba turun untuk menolong mereka.
Namun, mengingat dia tidak melakukan itu dan memilih bersembunyi di semak-semak, pasti ada sesuatu yang terjadi.
Dia menjadi pucat saat mendengar kedua teman kelompoknya terluka parah, dan setelah beberapa saat, dia membuka bibirnya yang gemetar.
"A-Aku tidak bisa bergerak... Aku takut, sangat takut... da-dan... aku melihat..."
"Melihat? Melihat apa?"
"... Seseorang ... Aku melihat seseorang mendorong mereka berdua ... Komiya-kun dan Kinoshita-san ..."
Menurut kesaksian Shinohara, ini bukan sekadar kecelakaan biasa.
"Seseorang? Siapa orangnya!?"
"A-Aku tidak tahu! Aku benar-benar tidak tahu! ... Tapi kenapa, kenapa mereka tega melakukan itu!?"
Ike menggertakkan giginya karena frustrasi, melihat Shinohara jatuh ke tanah dan menangis tersedu-sedu.
Intinya, Shinohara takut 'seseorang' ini akan menemukannya, karena itu dia bersembunyi, berusaha menghapus jejak kehadirannya dan mengabaikan suara di sekitar.
Karena itu, tak heran jika dia tidak langsung menemui teman-temannya atau pun menanggapi panggilan Ike. Meskipun tidak ada bukti konklusif bahwa apa yang dia katakan di sini benar, aku tidak berpikir Shinohara adalah tipe orang yang akan mengarang cerita palsu seperti ini.
Namun, akan menjadi pekerjaan yang sangat berat bagi 'seseorang' ini untuk menyelinap di belakang mereka tanpa ketahuan.
Terlebih, jika menggunakan senter, itu akan membocorkan posisinya, pelaku pasti bertindak dengan jarak pandang yang buruk.
"Apa kau ingat kau bertemu dengan siapa saja tadi malam? Jika ada seseorang di balik kejadian ini, itu akan membuat kelompok mana pun yang berkemah di sekitar sini menjadi tersangka utama."
Aku mengalihkan sedikit pembicaraan dan mengajukan pertanyaan kepada Shinohara.
"Kurasa sesudah pukul 8:30 tadi malam... um, ada beberapa... siswa kelas satu... Ya... kami bertemu dengan sekelompok siswa kelas satu yang berkemah bersama... Kami berpapasan dengan mereka saat di jalan."
Dia mengatakan itu sambil menunjuk ke arah utara.
"Apa kau tahu siapa saja siswa kelas satu itu? Apa pun yang kau ketahui itu akan sangat membantu."
"Maaf, aku belum mengenal sebagian besar siswa tahun pertama. Yang kuingat hanya ada tiga perempuan dan satu laki-laki."
Jika hanya sebatas itu, aku tidak bisa bilang itu informasi yang berguna.
Tapi jika anak-anak kelas satu itu menyerang Komiya dan Kinoshita sebagai bagian dari semacam lelucon, seharusnya cukup mudah untuk menemukan pelakunya.
"Untuk sekarang, kita kembali dulu ke bawah dan bertemu dengan Sudou dan yang lain. Tidak akan lama lagi para guru akan datang."
"Ba-Baiklah."
Jika kami bertiga kembali ke bawah melalui jalan yang di lalui tadi, itu akan sedikit berisiko bagi Shinohara dan Ike, jadi kami memilih untuk mengambil jalan memutar.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar