Chapter 7 Part 2
Pukul 9 malam di hari keenam ujian, beberapa perwakilan kelas tahun pertama sudah sepakat untuk berkumpul di area F9.
Perwakilan itu adalah Takahashi Osamu dari Kelas A, Yagami Takuya dari Kelas B, Utomiya Riku dan Tsubaki Sakurako dari Kelas C, serta Housen Kazuomi dari Kelas D. Biasanya akan sulit bagi siswa-siswa dari latar kelas berbeda untuk bisa berkumpul di satu tempat, mengingat masing-masing punya Table sendiri, tapi kali ini mereka sudah menentukan waktu dan lokasi pertemuan bahkan sebelum ujian dimulai.
Selain itu, karena lokasi yang dipilih berada di pantai, sebuah api unggun disiapkan sebagai penanda yang jelas.
Meski sejauh ini ia belum menunjukkan sesuatu yang menonjol, sosok yang justru menjadi penggerak utama dari pertemuan ini adalah... Tsubaki.
Waktu pertemuan yang disepakati sudah terlewati, tapi Housen belum juga menampakkan diri.
"Tsubaki-san, sepertinya Housen-kun masih belum datang."
"Yah, dia memang bukan tipe orang yang datang tepat waktu. Atau mungkin saja memang nggak berniat datang."
Mereka memutuskan untuk menunggu sedikit lebih lama, tapi tak lama kemudian, Takahashi mengangkat tangannya sambil menekan perut.
"Maaf semuanya... perutku agak sakit, jadi aku pamit dulu. Mungkin... bakal agak lama!"
Dengan tergesa-gesa ia berlari masuk ke hutan.
Saat yang lain memperhatikan Takahashi pergi, tatapan Yagami tertuju lurus pada Tsubaki.
"Memang akan lebih baik kalau semua orang hadir dulu di sini sebelum kita memulainya, tapi..."
Yagami sempat terdiam sejenak, seolah larut dalam pikirannya sendiri, sebelum kembali melanjutkan.
"Walaupun Housen-kun belum ada di sini, seharusnya tidak masalah, kan? kalau kita berbincang-bincang sedikit?"
Tsubaki, yang sejak tadi diam menatap api unggun, menoleh pada Yagami.
"Apa maksudmu?"
"Aku hanya berpikir kalau kau sebaiknya menceritakan lebih detail soal rencana yang kau siapkan."
"Rencana apa maksudmu?"
"Kau pasti sedang merencanakan sesuatu yang besar, kan? Kalau tidak, nggak mungkin kau mengusulkan agar semua perwakilan kelas berkumpul begini, tepat saat paruh kedua ujian akan dimulai. Mustahil kalau tujuanmu cuma sekedar berbagi laporan tentang kemajuan masing-masing."
Tsubaki tidak menjawab, dia hanya diam menatap Yagami.
"Kalau melihat sekilas, rating OAA-mu memang di bawah rata-rata. Malah, tidak ada satu pun hal yang istimewa darimu. Tapi... dari yang kulihat sejauh ini, dalam berbagai pertarungan yang dialami murid tahun pertama, kamu kadang muncul dengan pengamatan yang cukup tajam. Lalu..."
"Lalu apa?"
"Di permukaan memang terlihat seakan kelasmu tidak melakukan apa pun untuk mengusir Ayanokouji-senpai. Tapi aku menduga sebenarnya kalian sudah banyak bergerak di balik layar. Sekilas, Utomiya-kun tampak seperti mengendalikan Kelas C, padahal sebenarnya yang menarik benang dari balik layar... itu adalah kau, bukan?"
"Heh, menarik juga pendapatmu, Yagami-kun. Jadi alasanmu mendukung usulanku ini, karena kamu merasa aku sudah menyiapkan sesuatu?"
Ketika Tsubaki pertama kali mencoba mengusulkan ini, tokoh-tokoh utama tiap kelas jelas tak ada yang mau bekerja sama.
Bagaimanapun, siapa yang mau mendengar usulan dari murid yang nyaris tak dikenal, bahkan tak terlihat relevan, seperti dirinya?
Karena itulah, alasan mengapa semua orang di sini akhirnya setuju untuk datang hari ini karena Yagami lah yang mendukungnya.
"Sejak awal aku selalu menekankan pentingnya kerja sama antar siswa tahun pertama. Jadi bahkan kalau pun kau tidak punya alasan besar di balik mengumpulkan kami di sini, Tsubaki-san, aku tetap merasa pertemuan ini sangat berharga, paling tidak untuk memahami situasi kita sekarang dengan lebih jelas."
"Kalau begitu, Yagami-kun, gimana kalau aku beritahu kamu sesuatu yang menarik?"
"Sesuatu yang menarik? Aku jadi penasaran apa itu."
"Tapi, ketahuilah, setelah kamu mendengarnya... aku tidak bisa menjamin semuanya akan sama seperti biasa lagi."
"... Sepertinya itu adalah sesuatu yang luar biasa kalau memang begitu."
Yagami sempat terlihat sedikit waspada, tapi ia tetap menjaga ketenangannya, menunggu Tsubaki berbicara.
"Yagami-kun, tadi kamu bilang kalau aku dan Utomiya-kun merencanakan sesuatu dari balik bayangan demi menjatuhkan Ayanokouji-Senpai, kan?"
"Ya. Kalau dilihat sekilas, kebanyakan orang hanya akan berpikir kalau Housen-kun dan Amasawa-san saja yang terlibat dalam ujian sebelumnya. Tapi aku yakin kalian berdua juga mengincar hal itu."
"Hadiah dua puluh juta poin pribadi, hanya dengan membuat seorang Senpai dikeluarkan? Siapa pun pasti akan tergiur, kan?"
"Mungkin itu benar untuk orang lain, tapi tidak untukku."
Mendengar penolakan tegas itu, Tsubaki menyipitkan matanya.
"Tidak untukmu? Maaf, tapi sulit bagiku untuk percaya. Kamu memang terlihat tidak berbahaya, tapi bukankah sebenarnya kamu juga ingin Ayanokouji-senpai dikeluarkan? Malahan, bisa jadi obsesi mu lebih besar dari Housen-kun dan Amasawa-san."
"Dan apa yang membuatmu berpikir begitu? Sejauh ini aku belum melakukan apa pun."
"Itu lah hal yang kutangkap hanya dengan melihatmu. Begini-begini, aku cukup percaya diri dalam menilai seseorang."
Mendengar itu, Yagami masih tetap tersenyum, walaupun tampak agak lebih tegang dari sebelumnya.
"Memang sulit dibayangkan, dilihat dari sikapmu selama ini. Tapi kupikir rencanamu dimulai dengan berpura-pura jadi sekutu, perlahan mendekat, lalu menusuknya tepat dari belakang. Apa aku salah?"
Tatapan Tsubaki menembus Yagami, seakan melihat sampai ke dalam dirinya, membuat Yagami tanpa sadar memalingkan pandangan.
Meski ia sudah lama menduga Tsubaki bukan murid biasa, tatapan itu jauh lebih menekan daripada yang ia bayangkan.
"Kau..."
"Yah, terserah lah gimana yang sebenarnya. Kita bisa bahas itu nanti. Kembali ke inti pembicaraan, menurutmu situasi sekarang ini agak menyebalkan, bukan?"
"Menyebalkan?"
"Sepertinya Nanase-san sudah lama menempel pada Ayanokouji-senpai. Kudengar ia bahkan sudah dapat izin untuk ikut dengannya. Aku sempat mengecek mereka lewat fitur GPS Search untuk memastikan, dan benar saja, mereka berdua sekarang berada di area C3."
"Begitu rupanya. Jadi maksudmu Housen-kun sudah mulai bersiap untuk bergerak?"
"Aku bilang kita harus bertindak cepat, sebelum terlambat. Kalau Housen-kun berhasil menyingkirkan Ayanokouji-senpai, maka semuanya akan berakhir bagi kita. Kalau bisa, aku ingin dengar rencana apa yang sudah kamu pikirkan untuk menendang Senpai itu keluar, hanya sekedar referensi. Paham maksudku, kan?"
"Aku sudah bilang, aku tidak punya—"
Tsubaki mendekat ke arah Yagami, matanya penuh keyakinan.
"Kalau kamu tidak mau bekerja sama sekarang, nanti kamu mungkin harus membayar harga yang mahal."
"Membayar... harga yang mahal...?"
"Ya, misalnya ada seseorang yang penting bagimu dalam bahaya, atau semacam itu."
"Ja-Jangan bilang kau berniat melakukan sesuatu pada Kushida-senpai!?"
Begitu nama Kushida disebut, senyum tipis akhirnya muncul di wajah Tsubaki yang biasanya datar tanpa ekspresi.
Dia tahu bahwa Yagami dan Kushida sudah lama punya keterkaitan.
Lebih jauh lagi, dia tahu ada sesuatu di antara mereka yang coba disembunyikan Yagami.
"Ah, jadi itu tentang Kushida-senpai, ya? Coba ceritakan."
"Ti-Tidak, itu bukan apa-apa... Maaf, tapi aku tidak bisa bicara lebih jauh—!?"
Ucapan Yagami terputus saat Utomiya tiba-tiba muncul dari belakang dan mencekiknya dengan kuncian Full Nelson.
Yagami berusaha keras untuk melawan agar bisa lepas, tapi tenaganya tidak cukup untuk membebaskan diri.
"Apa... Apa yang kau lakukan, Utomiya-kun...?"
"Maaf, Yagami. Aku tidak punya dendam padamu, tapi... ini tidak bisa dihindari."
Dengan ini, jelas sudah bahwa dugaan Yagami tentang keterlibatan Tsubaki yang sesungguhnya di Kelas 2-C memang benar sejak awal.
"A-Aku menganggap setiap siswa tahun pertama seperti temanku sendiri! Kenapa kita tidak tenang dulu dan hentikan semua ini!?"
"Entah kamu bicara jujur dan memberi tahu apa yang kamu tahu, atau kamu terpaksa keluar sekarang juga. Itu satu-satunya pilihanmu."
Karena hanya ada mereka bertiga di sana, tidak ada seorang pun yang bisa Yagami mintai pertolongan.
"Yagami-kun, aku paham kalau kamu menganggap Kushida-senpai sebagai kunci untuk menyingkirkan Ayanokouji-senpai, tapi kenapa? Bagaimana tepatnya kau berencana memanfaatkannya?"
"Aku tidak bisa bilang..."
Ketika Yagami menolak menjawab, Utomiya semakin memperkuat cengkeramannya pada kedua lengan Yagami.
"Kalau kamu tidak bisa bilang, berarti memang benar ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Nggak mau jujur aja? Biar ini cepat selesai?"
"Aku— Kushida-senpai hanya..."
Masih belum mendengar jawaban yang mereka inginkan, Utomiya lalu melepas kunciannya sebentar dan mengganti dengan melingkarkan lengannya di leher Yagami, menjepitnya dalam posisi headlock.
Yagami tercekik, berusaha keras menghirup udara.
"Batasmu sudah dekat, Yagami-kun. Kalau kamu masih tidak mau ngaku, sepertinya kita harus dengar langsung dari Kushida-senpai... dengan cara kita sendiri."
Ini jelas bukan sekadar ancaman kosong. Sangat jelas bahwa Tsubaki benar-benar akan melakukannya.
Fakta bahwa ia menggunakan Utomiya sebagai tangan kanannya untuk melakukan kekerasan dan intimidasi sudah lebih dari cukup sebagai buktinya.
"Aku tanya sekali lagi. Kamu mau mengaku atau tidak?"
Karena tidak ada pilihan lain lagi, Yagami akhirnya menyerah.
"... Aku mengerti. Aku akan ceritakan semuanya."
Dengan tatapan jatuh ke tanah, Yagami mulai membuka rahasia tentang masa lalu gadis bernama Kushida Kikyou, serta bagaimana Ayanokouji Kiyotaka mengetahui hal itu.
Tak lama setelah ia selesai bicara, Takahashi kembali dari dalam hutan.
Mereka bertiga menunggu beberapa saat setelah itu, tetapi pada akhirnya, Housen tidak pernah muncul.
...
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar