Chapter 8 Part 5
Pada hari kelima aku berada di pulau tak berpenghuni itu, aku bertemu dengan seorang siswa tahun pertama sendirian.
Sekedar bertemu dengan siswa lain sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Jika seseorang bebas berkeliling di pulau yang begitu luas ini, wajar saja bila pada akhirnya mereka akan berpapasan dengan orang lain, entah itu teman sekelas atau bukan. Namun, kebanyakan dari pertemuan itu hanyalah kebetulan semata.
Tapi, untuk pertemuan kali ini, keadaannya sedikit berbeda. Aku telah dihubungi lewat walkie-talkie yang diam-diam dipercayakan kepadaku, dan aku dengan sengaja mengatur pertemuan ini dengan siswa tersebut terlebih dahulu.
Bagaimanapun juga, dengan situasi seperti ini, aku tidak punya pilihan selain bertemu langsung. Ketika akhirnya kami saling melihat, aku disambut dengan senyuman, sebuah senyuman yang kubalas dengan senyumanku sendiri saat aku mendekat.
Dan setelah memastikan tidak ada siapa pun di sekitar, aku membuka percakapan.
"Aku sudah menerima laporanmu lewat walkie-talkie tadi pagi. Kamu akan menjelaskannya, kan?"
Setelah hening sebentar tanpa jawaban, aku pun menambahkan nama siswa itu.
"Yagami-kun."
Pemimpin Kelas 1-B: Yagami Takuya.
"Terima kasih sudah datang sejauh ini dalam waktu singkat, Kushida-senpai."
"Kamu tidak perlu basa-basi. Aku ingin kamu menjelaskan tentang dirimu."
Menanggapi desakanku, Yagami memalingkan pandangan seolah-olah sedang memikirkan sesuatu.
Tak lama kemudian, ia kembali menatapku.
"Kadang-kadang, keadaan memang bisa berubah jadi tak terduga, Kushida-senpai."
Nada bicaranya yang seolah masalah ini bukan urusannya sama sekali membuatku benar-benar muak.
Sepertinya aku tidak bisa mendapatkan jawaban yang jelas jika aku terus bersembunyi di balik topengku.
"Apa maksudmu ‘tak terduga’? Bukankah ini salahmu sampai anak-anak kelas satu itu tahu tentang masa laluku?"
Saat Yagami menghubungiku pagi ini, ia mengatakan bahwa sekelompok siswa tahun pertama—Takahashi Osamu dari kelas 1-A, Tsubaki Sakurako dan Utomiya Riku dari kelas 1-C, serta Housen Kazuomi dari kelas 1-D—telah menekannya hingga ia mengaku tentang diriku. Katanya, sejak awal mereka memang sudah mencurigai hubungan kami, dan Yagami sama sekali tak bisa menghindar lagi.
Ini bukan masalah sepele yang bisa ditutupi dengan jawaban setengah hati seperti itu.
"Aku minta maaf soal itu."
"Serius? Meskipun kamu minta maaf, tidak akan ada yang berubah."
Sekarang, ada empat orang lagi yang tahu rahasiaku.
Pada titik ini, aku sudah tidak bisa mengatasinya sendirian lagi.
"Tsubaki-san dan yang lainnya lebih banyak tahu daripada yang kuduga. Itu juga mengejutkanku."
"Mengejutkan? Betapa bodohnya."
"Tolong tenang dulu, Kushida-senpai. Yang penting sekarang bukan Tsubaki-san ataupun para siswa kelas satu itu."
"Apa maksudmu?"
"Tujuan mereka hanyalah untuk membuat Ayanokouji-senpai dikeluarkan dari sekolah. Aku tidak merasa mereka tertarik dengan masa lalumu, Senpai."
Entah mereka tertarik atau tidak, itu tidak penting.
Aku tidak bisa menerima kenyataan hidup berdampingan dengan orang yang memegang informasi sensitif tentangku.
Kenapa tidak ada seorang pun yang bisa memahami itu?
"Lagi pula, mereka semua hanya siswa tahun pertama. Mereka tidak ada hubungannya denganmu sebagai siswa tahun kedua, Senpai."
"Hah! Jangan bercanda... Kau tahu kita sekarang sedang saling bersaing di pulau ini, kan? Kalau nanti aku harus berhadapan dengan mereka, mereka punya sesuatu untuk mengendalikan aku!"
Cepat atau lambat, itu akan membuatku dalam posisi tidak menguntungkan.
Kalau mereka mengancam akan membongkar segalanya, tak peduli mereka tahun berapa, aku tidak akan punya pilihan selain menuruti apa pun yang mereka mau.
"Ya, kurasa itu benar. Dari sudut pandang Senpai, itu pasti hal yang sangat penting."
Yagami mengakuinya, seolah mengerti maksudku.
"Tapi bagaimanapun juga, hampir mustahil menyingkirkan mereka berempat sekarang. Apa aku salah?"
"Jangan macam-macam. Kamu jangan sampai terlalu besar kepala."
"...Maaf. Tapi menurutku saat itu aku sudah mengambil pilihan terbaik."
Bagaimana bisa ‘pilihan terbaik’ itu berarti membocorkan rahasiaku tanpa izin?
Aku hampir tidak bisa menahan diri untuk tidak meninju hidungnya ketika dia lanjut bicara.
"Kau masih ingat yang kukatakan di kapal pesiar waktu itu? Tentang rencanaku menyingkirkan Ayanokouji-senpai?"
Tentu saja aku ingat.
Yagami sudah menyiapkan rencana rahasia untuk membuat Ayanokouji dikeluarkan dari sekolah, rencana yang akan dijalankan ketika kami berada di pulau ini.
Tapi saat itu ia hanya memberiku sebuah walkie-talkie, tanpa menjelaskan detail apa pun tentang apa yang sebenarnya ia rencanakan.
"Demi Senpai, aku akan menambahkan beberapa hal lagi ke dalam strategiku."
"Menambahkan beberapa hal?"
"Setelah Ayanokouji-senpai disingkirkan, aku juga akan memastikan keempat orang yang tak diinginkan itu dikeluarkan. Dengan begitu, masalahmu akan selesai, kan?"
Yagami mengatakannya tanpa sedikit pun rasa bersalah di wajahnya.
"Untuk saat ini, mari kita fokus bagaimana caranya mendahului mereka. Kalau keadaannya tetap seperti ini, sekalipun Ayanokouji-senpai berhasil dikeluarkan, sebagian besar kredit akan jatuh ke Tsubaki-san dan kelas 1-C. Kau dan aku tidak akan mendapat bagian besar dari 20 juta itu."
"Aku tidak peduli dengan poinnya."
"Aku mengerti, tapi punya sejumlah besar poin akan lebih aman sebagai jaminan."
Selama ini, aku memang terpaksa mengikuti semua ide Yagami.
Meskipun aku tidak mau, aku tidak punya pilihan lain dengan situasi seperti sekarang.
Namun, aku sudah sampai batasnya. Aku tidak bisa terus bertahan di kapal yang sudah mulai karam ini.
"Aku selesai denganmu. Sudah cukup jelas kalau aku salah memilih orang untuk diikuti."
Aku tidak datang sejauh ini hanya untuk diperintah seenaknya oleh Yagami.
Aku datang untuk menarik garis dan menjauh darinya.
"Kau masih bisa kembali dari sini."
"Sudah terlambat."
"Tidak, belum terlambat sama sekali. Justru, ini kesempatanmu."
"Apa...?"
"Sekarang, Ayanokouji-senpai sedang sibuk menghadapi Nanase-san yang terus menempel padanya."
"Nanase? Bukankah dia gadis dari kelas 1-D? Jangan bilang dia ju—"
"Tenang saja. Aku bisa pastikan Nanase-san tidak tahu apa-apa soal masa lalumu, Senpai."
"Kau tahu aku tidak bisa mempercayai kata-katamu lagi, kan?"
"Aku sungguh menyesal telah mengkhianati kepercayaanmu. Tapi, kumohon, setidaknya dengarkan dulu."
Meski aku sudah memperlihatkan dengan jelas rasa kesalku, Yagami tetap tidak berhenti bicara.
"Sebelumnya aku sudah bilang kalau dia bekerja sama dengan Housen-kun untuk menyingkirkan Ayanokouji-senpai, kan? Nah, kali ini aku juga sudah bisa menebak strategi mereka."
"... Jadi? Apa itu? Katakan."
"Mengingat Housen-kun yang menyusun rencananya, aku cukup yakin itu akan melibatkan kekerasan."
"Kekerasan? Itu memang bisa jadi masalah, tapi Direktur Pelaksana juga bilang sekolah akan menutup mata untuk perselisihan kecil antar siswa. Aku rasa itu tidak cukup untuk membuat seseorang dikeluarkan."
"Kalau hanya sekadar adu fisik ringan, memang tidak. Tapi bagaimana kalau kekerasannya sampai berubah jadi pertumpahan darah yang brutal? Lalu bagaimana?"
"Housen memang cukup brutal untuk melakukan itu, tapi kalau Ayanokouji kalah telak, bukankah hanya Housen yang akan dikeluarkan?"
Meskipun Ayanokouji pasti akan didiskualifikasi dari ujian karena cedera, rasanya sulit dipercaya dia akan sampai dikeluarkan dari sekolah.
"Aku rasa kali ini bukan Housen-kun yang akan berhadapan langsung dengan Ayanokouji-senpai. Seperti yang kau bilang, Housen-kun sudah punya reputasi buruk, jadi kalau pertarungan pecah, dialah yang pertama dicurigai sekolah."
"Jadi, maksudmu..."
"Benar. Yang akan berhadapan langsung dengan Ayanokouji-senpai adalah Nanase-san. Walau pun dia mengangkat tangan padanya, aku tak bisa membayangkan Ayanokouji akan langsung membalas. Namun, kalau dia benar-benar serius menyerang, Ayanokouji pasti akan melakukan sesuatu untuk menahannya. Bisa jadi dia akhirnya benar-benar memukulnya... atau mungkin menindihnya untuk menahannya di tanah? Bagaimanapun juga, pemandangan seperti itu jelas akan terlihat buruk sekali."
Memang, jika keduanya sampai saling adu fisik... tak perlu ditanya lagi, itu akan menjadi masalah besar.
"Jadi... maksudmu rencana mereka adalah agar Nanase melapor ke sekolah bahwa dia dipukuli Ayanokouji...?"
"Tepat sekali, dan itulah kenapa kita harus mengawasinya. Begitu dia bergerak, kita akan menyerang selagi panas."
"Andaikan semua yang kau katakan itu benar, tetap saja kita tak bisa melakukan apa-apa kalau tak tahu kapan perkelahian itu akan terjadi, kan? Kita juga tak bisa terus-terusan mengikuti mereka 24 jam."
"Aku sudah mempersiapkan hal itu. Ada seseorang yang memberitahuku kapan hari itu akan terjadi."
"Seseorang...?"
"Aku tak bisa menyebutkan siapa, tapi dia jelas bisa dipercaya. Pokoknya, Nanase-san akan bergerak pada hari ketujuh ujian ini. Walau waktunya belum jelas, kemungkinan besar begitu mereka berada di tempat yang cukup terpencil..."
Saat itu jugalah keadaan akan memburuk.
"Jadi, apa sebenarnya rencanamu? Rencana untuk mengungguli para murid tahun pertama itu?"
"Tablet kita punya fitur merekam video, bukan? Kalau kita gunakan itu untuk merekam pertarungan mereka, kita bisa mendapatkan bukti video yang memberatkan."
Kalau bukti video pertarungan itu diserahkan ke pihak sekolah, kemungkinan besar pengusiran akan jadi kenyataan.
"Tapi, satu video saja mungkin belum cukup untuk menjamin dia diusir."
"Setidaknya itu cukup untuk jadi ancaman. Bahkan mungkin dia sendiri akan memilih keluar secara sukarela."
Aku mulai paham maksud yang ingin disampaikan Yagami.
Kalau benar-benar berjalan seperti yang dia katakan, rekaman itu memang bisa memberi kami posisi yang lebih unggul.
"Aku ingin mempercayakan tugas merekam video itu padamu, Kushida-senpai."
"Hah? Kenapa harus aku...? Bukannya kau sendiri yang harus melakukannya?"
"Dibandingkan aku, tidak akan terlalu mencurigakan kalau kau yang mendekatinya."
"Itu menurutmu. Ayanokouji sudah sangat waspada terhadapku."
"Aku ini laki-laki. Secara naluri, wajar saja kalau aku harus turun tangan menghentikan perkelahian jika melihatnya di depan mata. Jadi aneh kalau aku malah hanya berdiri dan merekam video. Tapi kau bisa berdalih sebagai seorang gadis rapuh dan ketakutan, meski tak cukup berani untuk turun tangan langsung, setidaknya bisa menyalakan tablet dan merekam apa yang terjadi. Kau bisa tampak sebagai sosok yang benar-benar adil, berani melawan ketidakadilan meski pelakunya adalah teman sekelas sendiri."
"Adil itu memang bagus, tapi bisa saja aku malah dibenci teman-temanku karena menjatuhkan sesama murid."
"Kalau begitu, kau tinggal berikan videonya padaku. Aku akan bilang bahwa aku mendapatkannya dari sumber anonim dan selesai."
Yagami berusaha keras membujukku, tapi bagiku, tak masalah kalau Nanase atau siapa pun yang pada akhirnya menyingkirkan Ayanokouji.
Namun, tetap saja akan lebih menguntungkan bagiku kalau aku berusaha sedikit, meski hanya meningkatkan peluang sukses 1%.
"Aku hanya tak mau terus berada di kapal yang hampir tenggelam ini."
"Tentu saja."
"...Lalu apa peranmu dalam semua ini? Kau hanya akan membebankan semuanya padaku lalu lepas tangan?"
"Tentu tidak. Saat hari itu tiba, aku akan memberimu dukungan lewat walkie-talkie. Begitu fitur ‘GPS Search’ dibuka besok, aku bisa memberitahumu lokasi Ayanokouji-senpai kapan saja. Jadi kau bisa menjaga jarak aman sambil tetap mengikutinya. Selain itu..."
"Apa lagi?"
"Ada kemungkinan Tsubaki-san juga merencanakan sesuatu. Dia mungkin mencoba bergerak bersamaan dengan kita, jadi aku akan menyelidiki apa yang mereka lakukan."
"Bagaimana dengan Utomiya yang ada satu kelompok denganmu itu?"
"Dia tak lebih dari pion milik Tsubaki-san. Tak perlu khawatir soal dia."
Memang penting, bahkan perlu, untuk selalu menyikapi perkataan Yagami dengan hati-hati.
Tapi untuk saat ini, aku memang tak punya banyak pilihan.
"Jadi kau akan melakukannya untukku, kan, Kushida-senpai?"
"... Seolah-olah aku masih punya pilihan lain."
Jalan keluarku memang sudah tak ada lagi.
Demi melindungi posisiku di sekolah ini... statusku...
Aku tak boleh lagi melakukan kesalahan.
...
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar